Sabtu, 09 Desember 2017

Makalah Taswuf Irfani: Konsep dan Tokohnya



TASAWUF IRFANI: KONSEP DAN TOKOHNYA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Akhlak Tasawuf”
Yang diampu oleh Bapak Moch Cholid Wardi.M.H.I

OLEH:
Kelompok 6
Reny Maulina Yuniarti (NIM:20170703022176)
Noer Halimah (NIM:20170703022152)
Riskiyatul Hidayati (NIM:20170703022179)
Kholisatul Amalia (NIM:20170703022104)
Nur Aini (NIM:20170703022154)


                                                                       STAINWARNA.JPG                                 











PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) PAMEKASAN
TAHUN 2017

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrahim
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW., yangtelah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
            Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi kewajiban kami dalam menyelesaikan tugas menyusun makalah tentang Tasawuf Irfani: Konsep Dan Tokohnya. Selain itu, tujuan dari penyusunan makalah ini agar menambah wawasan dan pemahaman tentang tasawuf irfani. Dalam penyusunannya, mungkin makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Namun, makalah ini adalah hasil maksimal yang dapat kami susun hingga saat ini. Kamiucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Baik bantuan dalam hal meminjamkan buku, bertukar fikiran dan bantuan-bantuan lainnya.
            Pada akhirnya, Hanya Allah jualah yangdapat memberikan hasil dan balasan yang setimpal dengan usaha dan amal baik ini. Semoga amal ibadah dan kerja keras, dalam penyusunan makalah ini senantiasa mendapat ridha dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Pamekasan, 20 September 2017
                                                                                                           
                                                                                         Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
A.    Latar Belakang.......................................................................................................4
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................4
C.     Tujuan....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A.    Pengertian Tasawuf Irfani.....................................................................................6
B.     Tokoh-tokoh Taswuf Irfani...................................................................................6
BAB III PENUTUP.........................................................................................................13
A.    Kesimpulan..........................................................................................................13
B.     Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14















BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
            Sebagai sebuah ajaran, tasawuf muncul pada zaman Rasulullah SAW, sebab misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan keyakinan/keimanan (Aqidah), Ibadah dan Akhlak. Akhlak sebagai bagian ajaran Rasulullah SAW ditanamkan kepada seluruh sahabat Beliau dengan melalui pengajaran dan pembinaan yang disertai dengan contoh dari Beliau.[1]
Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak di minati orang sebagai buktinya misalnya, semakin banyaknya buku yang  membahas tasawuf di sejumlah perpustakaan, ini dapat menjadi salah satu alasan bahwa betapa tingginya keterkaitan mereka terhadap tasawuf. Hanya saja keterkaitan mereka tidak dapat di klaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf.
                Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam dinamika modernitas, yang dibarengi dengan akselerasi-akselerasi sains dan teknologi canggih. Keadaan ini membuat manusia lengah sehingga demensi spiritualnya lambat laun terkikis. Kita sering menyaksikan tercerabutnya akar spriritualitas di panggung kehidupan. Salah satu penyebabnya adalah pola hidup global yang dilayani oleh perangkat teknologi yang serba canggih.
              Dalam konteks Islam, untuk mengatasi keterasingan dan kekosongan spiritualitas dan sekaligus membebaskan dari derita alienasi (dalam bahasa sosiolog, berarti keterasingan) adalah dengan menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir (ultimate goal) dan kembali, karena Tuhan adalah Dzat Yang Maha Memiliki dan Maha Absolut. Keyakinan dan perasaan seperti inilah yang akan memberikan kekuatan, kendali dan kedamaian jiwa seseorang sehingga ia merasa senantiasa berada dalam “orbit” Tuhan.[2]
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian tasawuf irfani?
2.      Siapa tokoh dan pemikirannya dalam paham tasawuf irfani?
C.Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian tasawuf irfani.
2.      Mengetahui tokoh-tokoh dan paham dari aliran tasawuf irfani.




























BAB II
PEBAHASAN

A.    Pengertian Tasawuf Irfani
       Di samping tasawuf akhlaki yang mambahas soal moralitas yang terukur ,seperti kejujuran, keikhlasan, dan berkata benar, ada juga tasawuf irfani yang tidak hanya  membahas soal keikhlasan dan hubungan antar manusia saja.tetapi lebih jauh menetapkan bahwa apa yang kita lakukan sesunggunya tidak pernah kita lakukan .di mana ini masuk pada tingkat keikhlasan yang paling tinggi .kita tidak ingin di puji,atau jika di piji tidak akan berubah dan bahkan jika di caci juga tidak akan pernah berubah.semuanya adalah hanyalah untuk Allah SWT.[3]
Secara etimologi, kata irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara terminologis ‘irfan di identikan dengan ma’rifat sufistik. Orang yang ‘irfan atau makrifat kepada Allah adalah yang benar-benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyuf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang berminat kepada Allah. Arif adalah seseorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada dirinya tampak kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).
[4]
B.     tokoh-tokoh tasawuf irfani
         Terdapat banyak tokoh yang termasuk tokoh tasawuf irfani, diantaranya sebagai berikut:
1. Rabi’ah AL-Adawiyah
·         Biografi singkat Rabi’ah al-Adawiyah
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin ismail Al-Adawiyah Al-bashriyah Al-Qaisiyah. Ia di perkirakan lahir pada tahun 95 H/713 M atau 99 H/717 M di suatu perkampungan  dekat kota bashrah (Irak) dan wafat di kota itu pada tahun 185 M/801H. Ia dilahirkan  sebagai putri ke empat  dari keluarga yang sangat miskin . karena ia putri ke empat , orang tuanya menamakan Rabi’ah. Kedua orangtuanya  meninggal ketika ia masih kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di bashrah , ia dilarikan penjahat dan di jual kepada keluarga atik dari suku Qais Banu Adwah. Dari sini ia di kenal dengan al- Qaisiyah  atau Al-Adawiyah. Pada keluarga ini pulalah , ia bekerja keras , tetapi akhirnya di bebaskan lantaran tuannya ,melihat cahaya yanga memancar  di atas kepala rabi’ah dan menerangi sluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah.[5]
             Rabi’ah terkenal sebagai ulama’ sufi wanita yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Rabi’ah menganut ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb(cinta) dan syauq (rindu) kepada allah.[6]
Rabi’ah  ialah seong mistik yang paling terkemuka yang mengajarkan kasih sayang terhadap tuhan tanpa pamrih ,konsepnnya yang kemudian meluas :”aku mengabdi kepada tuhan tidak untuk mendapatkan pahala apapun ,jangan takut pada neraka ,jangan mendambakan surga ,aku akan menjadi pribadi yang tidak baik jika pengabdianku untuk mendapatkan keuntungan materi,aku berkewajiban mengabdinya hanya untk kasih sayangnya saja”.[7]
·         Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-Adwiyah
          Rabi’ah al-Adawiyah tercatat dalam perkembangan mistimisme  dalam islam sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan cinta kepada allah SWT. Sementara generasi sebelumnya merintis aliran asketisme dalam islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada allah SWT.rabi’ah pulalah yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus ikhlas dengan cinta berdasarkan permintaan ganti dari allah SWT.
            Sikap dan pandangan Rabi’ah al-Adawiyah tentang cinta di pahami dari kata-katanya, baik yang langsung maupun yang di sandarkan kepadanya. al–Qusairy meriwayatkan bahwa ketika bermunajat , Rabi’ah menyatakan doanya , “tuhanku, akankah kau bakar kalbu yang mencintai-mu oleh api neraka ?” tiba –tiba terdengar suara ,” kami tidak akan melakukan itu, janganlah engkau berburuk sangka kepada kami”.[8]

2. Dzu An-Nun Al-Mizri
·         Riwayat hidup  Dzu An-Nun Al-Misri
Dzu an-Nun al-Mizri adalah nama julukan bagi seorang sufi yang tinggal  di sekitar pertengahan abad hijriyah . Nama lengkapnya Abu al-Faidh tsauban bin ibrahim. Ia dilahirkan di ikhmim, dataran tinngi mesir, pada tahun 180 H/796 M dan meninggal pada tahun 246 H/856 M. Julukan Dzu an-Nun diberikan kepadanya sehubung dengan berbagai kekeramatan yang diberi Allah SWT kepadanya. Diantaranya, ia telah mengeluarkan bayi dari perut buaya salam keadaan selamat di sungai Nil atas permintaan ibu dari anak tersebut.
Asal mula Al-Misri tidak banyak diketahui, tetapi riwayatnya sebagai seorang sufi banyak diutarakan. Al-Misri dalam perjalanan hidupnya berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ia pernah menjelajahi daerah di Mesir, mengunjungi Bait Al-Maqdis, Baghdad, mekah, Hijaz, Siria, Pegunungan Lebanon, Anthokiah, dan Lembah Kan’an.[9]
·         Ajaran-ajaran Tasawuf Dzu An-Nun Al-Misri
a)      Pengertian Makrifat
Al-Mishri adalah pelopor faham makrifat. Makrifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiah (penyaksian hati), sebab makrifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang Ma’rifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog sehingga ia dianggap sebagai zindiq.
a.    Sesungguhnya makrifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan tuhan dan bukanlah ilmu nazar milik para hakim, tetapi makrifat terhadap keesaan tuhan yang khusus dimiliki para wali. Sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan hatinya.
b.    Makrifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya makrifat seperti matahari tidak dapat dilihat, kecuali dengan cahaya.
Kedua pandangan Al-Mishri diatas menjelaskan bahwa makrifat kepada Allah tidak dapat di tempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian tetapi dengan jalan makrifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemasan. [10]

Adapun tanda-tanda seorang ‘arif, menurut Al-Mishri adalah sebagai berikut:
Ø  Cahaya makrifat tidak memadamkan cahaya kewaraannya.
Ø  Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir.
Ø  Banyaknya nikmat tuhan tidak mendorongnya menghancurkan tirai-tirai larangan Tuhan.[11]
Disamping merupakan tokoh yang memperkenalkan ma’rifah, Al-Misri adalah juga tokoh sufi yang berpandangan bahwa antara syari’ah dan ma’rifah  tidak bisa dipisahkan. Ini dapat dilihat dari ungkapannya tentang tanda-tanda orang ‘arif yang meliputi tiga perkara, yaitu:
·         Cahaya ma’rifat tidak memudarkan cahaya sifat wara’nya.
·         Bathiniyah tidak dapat menyangkal hukum lahiriyah.
·         Banyaknya karunia Allah tidak menjadikannya melanggar tirai-tirai larangan Tuhan.[12]
Dalam perjalanan rohani Al-Mishri mempunyai sistematika sendiri tentang jala meuju ma’rifat, Abdul Halim Mahmud mencoba mnggambarka sistematika Al-Mishri sebagai berikut:
a.       Ketika ditanya tentang siapa orang bodoh itu, Al-Mishri menjawab “orang yang tidak mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada usaha untuk mengenal-Nya.
b.      Al-Mishri mengatakan bahwa jalan itu ada dua macam: Thariq al-Inabah jalan ini harus dimulai dengan meminta dengan cara ikhlas dan benar, dan Thariq al-Ihtiba, jalan ini tidak mensyaratkan apa-apa pada seseorang, ini urusan Allah semata.
c.       Di sisi lain Al-Mishri menyatakan bahwa manusia itu ada dua macam: Darij dan Wasil, Darij adalah orang yang berjalan menuju jalan iman, sedangkan wasil adalah jalan yang melayang diatas kekuatan ma’rifat.[13]





b)      Pandangan Dzu An-Nun Al-Misri tentang Maqamat dan Ahwal
Pandangan Al-Mishri tentang maqamat di kemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-Taubat, Ash-Shab, At-Tawakal, dan Ar-Ridho.
Lebih lanjut, Al-Misri membagi tobat menjadi 3 tingkatan yaitu:
a.       Orang yang bertobat dari dosa dan keburukannya.
b.      Orang yang bertobat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Tuhan.
c.       Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.[14]
3.      Abu Yazid Al-Bustami
·         Riwayat hidup Abu Yazid Al-Bustami
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isya bin Surusyan All-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) pada tahun 874 dan wafat tahun 947 M. Nama kecilnya adalah Taifur. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster, kemudian masuk dan menjadi pemeluk Islam di Bustam. Kata ibunya, bayi yang dalam kandungannya akan memberontak sampai muntah kalau sang ibu memakan makanan yang diragukan kehalalannya. perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang Sufi membutuhkan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih dari mazhab hanafi.[15]
·         Ajaran Tasawuf
a)      Fana’ dan Baqa’
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah Fana’ dan Baqa’. Dari segi bahasa, Fana’ berasal dari bahasa Faniya yang berarti Musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf menurut Abu Bakar Al-Kalabiadzi Fana’ adalah: hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, sehingga ia kehilangan segalanya perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar.
Adapun Baqa’ berasal dari kata Baqiyah dari segi bahasa adalah tetap. Sedangkan menurut istilah berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan paham fana’. Keduanya merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana’, ketika itu juga ia sedang menjalani baqa’.[16]

b)      Ittihad.
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami oleh seorang sufi setelah melalui tahap Fana’ dan Baqa’.
Dalam tahapan Ittihad seorang sufi bersatu dengan Allah, antara yang mencintai dan yang di cintai menyatu baik substansi maupun perbuatannya. Dalam paparan Harun Nasution, ittihad adalah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, satu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu. Sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata.[17]
4.      Abu Manshur Al-Hallaj
·         Biografi Singkat
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mansur bin Muhammad Al-Bardhawi lahir di Baida, sebuah kota kecil di wilayah Persia. Pada tahun 244H/855M ia tumbuh dewasa di kota Wasith, dekat Baqhdad pada usia 16 tahun ia belajar pada seorang sufi terkenal saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah At-Tusturi di Basrah dan berguru pada ‘Amr Al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia masuk ke kota Bagdad dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf.
Dalam semua perjalanan dan pengembaraannya ke berbagai pengawasan Islam seperti Khurasan, Ahwaz, India, Turkistan dan Makkah. Al-Hallaj telah banyak memperoleh pengikut, ia kemudian kembali ke Baghdad pada tahun (296 H/909 M) di Baqhdad pengikutnya semakin bertambah banyak karena kecamannya terhadap kebobrokan-kebobrokan pemerintah yang berkuasa pada waktu itu.
Al-Haliaj selalu mendorong sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik terhadap penyelewenangan-penyelewengan yang terjadi.[18]
·         Ajaran Tasawuf
1.      Hulul dan Wahdat asy-Syuhud.
Diantara ajaran tasawuf Al-Hallaj yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat asy syuhlia yang kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) kata al-hulul, berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat.
Adapun menurut istilah al-hulul ini berarti paham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Halaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan, ia manakwilkan:
Yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, (sujudlah kamu kepada adam), maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir”.[19]
5.      Al junaid
Nama lengkapnya adalah Abu Alqosim Al-junaid bin Muhammad Alkhazzaz An-nihawandi, lahir di Nihawand, Irak. Ia menetap di Bagdad dan meninggalnya pun di Bagdad tahun 297 H (910 M) dalam memperdalam ilmunya ia berguru dari pamannya Surri al-Saqti dan belajar kepada Haris bin Asad al-Muhasibi. Al-junaid sebagaimana yang di jelaskan A.J.Arberry (19979:56) memiliki tangung jawab dalam mengembangkan paham al-fana’.
Kaum sufi mengartikan fana adalah lenyapnya sifat-sifat kemanusian, akhlak tercela dan kejahilan dari seorang sufi, dan baqa’ adalah sifat-sifat ketuhanan, Akhlak yang mulia dan pengetahuan dalam dirinya. Fana juga bisa berarti leburnya perasaan dan kesadaran tentang adanya tubuh kasar seorang sufi dimana wujud jasmani sudah dirasakan tidak ada lagi.
Al-Junaid adalah seorang sufi yang cerdas, memiliki pikiran cemerlang dan selalu cepat tanggap dalam menghadapi segala situasi dan kondisi. Analisisnya terhadap berbagai masalah yang diajukan kepadanya sangatlah tajam, sehingga sering membuat para pendengarnya terkagum-kagum. Padahal sifat dan kemampuannya ini sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Kedudukannya di antara para sufi sangatlah terhormat, bahkan Sari Al-Saqati sendiri sempat mengakuinya. Dalam riwayat dinyatakan, ketika seseorang bertanya pada Sari Al-Saqati, "Apakah seorang murid dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dari gurunya dalam tasawuf?" Sari Al-Saqati menjawab, "Tentu saja dapat, lantaran ada banyak bukti yang menunjukkan hal tersebut. Ketahuilah bahwa tingkat tasawuf Al-Junaid itu sesungguhnya lebih tinggi dari tingkat pernah kucapai."[20]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara etimologi, kata irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara terminologis ‘irfan di identikan dengan ma’rifat sufistik. Orang yang ‘irfan atau makrifat kepada Allah adalah yang benar-benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyuf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang berminat kepada Allah. Arif adalah seseorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada dirinya tampak kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).
Tasawuf Irfani ialah tasawuf yang identik bertujuan mencapai makrifat kepada Allah. Orang yang irfan adalah orang yang benar-benar mengenal allah melalui dzauq dan kasyf (ketersingkapan). Tokoh-tokoh yang termasuk kedalam tasawuf ini adalah rabiatul adawiyyah, dzu An-Nun Al-Mishri, Abu Yazid albustami,  Abu mansyur alhallaj, dan al-junaidi.
Ø  Tokoh-tokoh Tasawuf Irfani
1.      Rabi’ah AL-Adawiyah
2.       Dzu An-Nun Al-Mizri
3.      Abu Yazid Al-Bustami
4.      Abu Manshur Al-Hallaj
5.      Al junaid








DAFTAR PUSTAKA
Ø  Solichin Mohammad Muchlis, Akhlak dan Tasawuf dalam Wacana Kontenporer, Surabaya: Pena Salsabila, 2014
Ø  Mustofa A, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,2010
Ø  Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,2010
Ø  http://www.rumahbangsa.net/2014/08/tasauf-irfani.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 15:26


[1] Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak dan Tasawuf dalam Wacana Kontenporer (Surabaya: Pena Salsabila, 2014), Hlm. 120
[2] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm 210
[3] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka Setia,2010) ,hlm.253.
[5] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 254.
[6] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm 216.
[7] Ibid ,hlm.249.
[8] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 254
[9] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 257-258
[10] Ibid, hlm. 259-260
[13] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 261
[14] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 262
[16] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 266-267
[17] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 267
[18] Ibid, hlm. 269-170
[19] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 271-272

Tidak ada komentar:

Posting Komentar