TASAWUF IRFANI: KONSEP DAN TOKOHNYA
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Akhlak
Tasawuf”
Yang
diampu oleh Bapak Moch Cholid Wardi.M.H.I
OLEH:
Kelompok
6
Reny
Maulina Yuniarti (NIM:20170703022176)
Noer
Halimah (NIM:20170703022152)
Riskiyatul
Hidayati (NIM:20170703022179)
Kholisatul
Amalia (NIM:20170703022104)
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) PAMEKASAN
TAHUN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrohmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah Ta’ala, yang atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Sholawat
dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW., yangtelah
membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Tujuan disusunnya makalah ini adalah
untuk memenuhi kewajiban kami dalam menyelesaikan tugas menyusun makalah tentang “Tasawuf Irfani: Konsep Dan Tokohnya”. Selain itu, tujuan dari penyusunan makalah ini agar menambah
wawasan dan pemahaman tentang tasawuf irfani. Dalam penyusunannya, mungkin makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Namun, makalah ini adalah hasil maksimal yang dapat kami susun
hingga saat ini. Kamiucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami
dalam penyusunan makalah ini. Baik bantuan dalam hal meminjamkan buku, bertukar
fikiran dan bantuan-bantuan lainnya.
Pada akhirnya, Hanya
Allah jualah yangdapat memberikan hasil dan balasan yang setimpal dengan usaha
dan amal baik ini. Semoga amal ibadah dan kerja keras, dalam penyusunan makalah
ini senantiasa mendapat ridha dan ampunan dari Allah SWT. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pamekasan, 20
September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B.
Rumusan Masalah ................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Pengertian Tasawuf Irfani.....................................................................................6
B. Tokoh-tokoh Taswuf Irfani...................................................................................6
BAB III PENUTUP.........................................................................................................13
A.
Kesimpulan..........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai sebuah ajaran, tasawuf
muncul pada zaman Rasulullah SAW, sebab misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
keyakinan/keimanan (Aqidah), Ibadah dan Akhlak. Akhlak sebagai bagian ajaran
Rasulullah SAW ditanamkan kepada seluruh sahabat Beliau dengan melalui pengajaran dan
pembinaan yang disertai dengan contoh dari Beliau.[1]
Dewasa
ini, kajian
tentang tasawuf semakin
banyak di minati orang sebagai buktinya misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejumlah perpustakaan, ini dapat menjadi
salah satu alasan bahwa betapa tingginya keterkaitan mereka terhadap tasawuf.
Hanya saja keterkaitan mereka tidak dapat di klaim sebagai sebuah penerimaan
bulat-bulat terhadap tasawuf.
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membawa manusia larut dan terbuai dalam dinamika
modernitas, yang dibarengi dengan akselerasi-akselerasi sains dan teknologi
canggih. Keadaan ini membuat manusia lengah sehingga demensi spiritualnya
lambat laun terkikis. Kita sering menyaksikan tercerabutnya akar spriritualitas
di panggung kehidupan. Salah satu penyebabnya adalah pola hidup global yang
dilayani oleh perangkat teknologi yang serba canggih.
Dalam konteks Islam, untuk
mengatasi keterasingan dan kekosongan spiritualitas dan sekaligus membebaskan
dari derita alienasi (dalam bahasa sosiolog, berarti keterasingan) adalah
dengan menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir (ultimate goal) dan kembali,
karena Tuhan adalah Dzat Yang Maha Memiliki dan Maha Absolut. Keyakinan dan
perasaan seperti inilah yang akan memberikan kekuatan, kendali dan kedamaian
jiwa seseorang sehingga ia merasa senantiasa berada dalam “orbit” Tuhan.[2]
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latarbelakang
di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian tasawuf
irfani?
2.
Siapa tokoh dan
pemikirannya dalam paham tasawuf irfani?
C.Tujuan Penulisan
Berdasarkan masalah di
atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian tasawuf irfani.
2. Mengetahui tokoh-tokoh dan paham dari aliran tasawuf
irfani.
BAB II
PEBAHASAN
A.
Pengertian Tasawuf Irfani
Di samping tasawuf akhlaki yang mambahas soal moralitas yang
terukur ,seperti kejujuran, keikhlasan, dan berkata benar, ada juga tasawuf irfani
yang tidak hanya membahas soal
keikhlasan dan hubungan antar manusia saja.tetapi lebih jauh menetapkan bahwa
apa yang kita lakukan sesunggunya tidak pernah kita lakukan .di mana ini masuk
pada tingkat keikhlasan yang paling tinggi .kita tidak ingin di puji,atau jika
di piji tidak akan berubah dan bahkan jika di caci juga tidak akan pernah
berubah.semuanya adalah hanyalah untuk Allah SWT.[3]
Secara etimologi, kata ‘irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari kata
‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara terminologis ‘irfan di
identikan dengan ma’rifat
sufistik. Orang yang ‘irfan atau makrifat kepada Allah adalah
yang benar-benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyuf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang berminat kepada Allah. Arif
adalah seseorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada dirinya tampak
kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).[4]
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).[4]
B.
tokoh-tokoh tasawuf irfani
Terdapat banyak tokoh yang termasuk
tokoh tasawuf irfani, diantaranya sebagai berikut:
1. Rabi’ah AL-Adawiyah
·
Biografi singkat Rabi’ah al-Adawiyah
Nama lengkap Rabi’ah adalah Rabi’ah bin
ismail Al-Adawiyah Al-bashriyah Al-Qaisiyah. Ia di perkirakan lahir pada tahun
95 H/713 M atau 99 H/717 M di suatu perkampungan dekat kota bashrah (Irak) dan wafat di kota
itu pada tahun 185 M/801H. Ia dilahirkan
sebagai putri ke empat dari
keluarga yang sangat miskin . karena ia putri ke empat , orang tuanya menamakan
Rabi’ah. Kedua orangtuanya meninggal
ketika ia masih kecil. Konon pada saat terjadinya bencana perang di bashrah ,
ia dilarikan penjahat dan di jual kepada keluarga atik dari suku Qais Banu
Adwah. Dari sini ia di kenal dengan al- Qaisiyah atau Al-Adawiyah. Pada keluarga ini pulalah ,
ia bekerja keras , tetapi akhirnya di bebaskan lantaran tuannya ,melihat cahaya
yanga memancar di atas kepala rabi’ah
dan menerangi sluruh ruangan rumah pada saat ia sedang beribadah.[5]
Rabi’ah terkenal sebagai ulama’
sufi wanita yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Rabi’ah menganut
ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb(cinta) dan syauq (rindu) kepada
allah.[6]
Rabi’ah
ialah seong mistik yang paling terkemuka yang mengajarkan kasih sayang
terhadap tuhan tanpa pamrih ,konsepnnya yang kemudian meluas :”aku mengabdi kepada tuhan tidak untuk
mendapatkan pahala apapun ,jangan takut pada neraka ,jangan mendambakan surga
,aku akan menjadi pribadi yang tidak baik jika pengabdianku untuk mendapatkan
keuntungan materi,aku berkewajiban mengabdinya hanya untk kasih sayangnya saja”.[7]
·
Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-Adwiyah
Rabi’ah al-Adawiyah tercatat dalam perkembangan mistimisme dalam islam sebagai peletak dasar tasawuf
berdasarkan cinta kepada allah SWT. Sementara generasi sebelumnya merintis
aliran asketisme dalam islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada
allah SWT.rabi’ah pulalah yang pertama-tama mengajukan pengertian rasa tulus
ikhlas dengan cinta berdasarkan permintaan ganti dari allah SWT.
Sikap dan pandangan Rabi’ah al-Adawiyah
tentang cinta di pahami dari kata-katanya, baik yang langsung maupun yang di
sandarkan kepadanya. al–Qusairy meriwayatkan bahwa ketika bermunajat , Rabi’ah menyatakan
doanya , “tuhanku, akankah kau bakar
kalbu yang mencintai-mu oleh api neraka ?” tiba –tiba terdengar suara ,” kami tidak akan melakukan itu, janganlah
engkau berburuk sangka kepada kami”.[8]
2. Dzu An-Nun Al-Mizri
·
Riwayat hidup Dzu An-Nun Al-Misri
Dzu an-Nun al-Mizri adalah nama julukan
bagi seorang sufi yang tinggal di
sekitar pertengahan abad hijriyah . Nama lengkapnya Abu al-Faidh tsauban bin
ibrahim. Ia dilahirkan di ikhmim, dataran tinngi mesir, pada tahun 180 H/796 M
dan meninggal pada tahun 246 H/856 M. Julukan Dzu an-Nun diberikan kepadanya
sehubung dengan berbagai kekeramatan yang diberi Allah SWT kepadanya.
Diantaranya, ia telah mengeluarkan bayi dari perut buaya salam keadaan selamat
di sungai Nil atas permintaan ibu dari anak tersebut.
Asal mula Al-Misri tidak banyak
diketahui, tetapi riwayatnya sebagai seorang sufi banyak diutarakan. Al-Misri
dalam perjalanan hidupnya berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ia pernah
menjelajahi daerah di Mesir, mengunjungi Bait Al-Maqdis, Baghdad, mekah, Hijaz,
Siria, Pegunungan Lebanon, Anthokiah, dan Lembah Kan’an.[9]
·
Ajaran-ajaran Tasawuf Dzu An-Nun Al-Misri
a)
Pengertian
Makrifat
Al-Mishri adalah pelopor faham
makrifat. Makrifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiah (penyaksian
hati), sebab makrifat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Pandangan-pandangan Al-Mishri
tentang Ma’rifat pada mulanya sulit diterima kalangan teolog sehingga ia
dianggap sebagai zindiq.
a.
Sesungguhnya
makrifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan tuhan dan bukanlah ilmu
nazar milik para hakim, tetapi makrifat terhadap keesaan tuhan yang khusus
dimiliki para wali. Sebab mereka adalah orang yang menyaksikan Allah dengan
hatinya.
b.
Makrifat
yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya makrifat
seperti matahari tidak dapat dilihat, kecuali dengan cahaya.
Kedua pandangan Al-Mishri diatas
menjelaskan bahwa makrifat kepada Allah tidak dapat di tempuh melalui
pendekatan akal dan pembuktian tetapi dengan jalan makrifat batin, yakni Tuhan
menyinari hati manusia dan menjaganya dari ketercemasan. [10]
Adapun tanda-tanda seorang ‘arif,
menurut Al-Mishri adalah sebagai berikut:
Ø
Cahaya
makrifat tidak memadamkan cahaya kewaraannya.
Ø
Ia
tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir.
Disamping
merupakan tokoh yang memperkenalkan ma’rifah, Al-Misri adalah juga tokoh sufi
yang berpandangan bahwa antara syari’ah dan ma’rifah tidak bisa dipisahkan. Ini dapat dilihat dari
ungkapannya tentang tanda-tanda orang ‘arif yang meliputi tiga perkara, yaitu:
·
Cahaya ma’rifat tidak memudarkan cahaya sifat wara’nya.
·
Bathiniyah tidak dapat menyangkal hukum lahiriyah.
Dalam
perjalanan rohani Al-Mishri mempunyai sistematika sendiri tentang jala meuju
ma’rifat, Abdul Halim Mahmud mencoba mnggambarka sistematika Al-Mishri sebagai berikut:
a.
Ketika ditanya tentang siapa orang bodoh itu, Al-Mishri menjawab
“orang yang tidak mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada usaha untuk
mengenal-Nya.
b.
Al-Mishri mengatakan bahwa jalan itu ada dua macam: Thariq
al-Inabah jalan ini harus dimulai dengan meminta dengan cara ikhlas dan
benar, dan Thariq al-Ihtiba, jalan ini tidak mensyaratkan apa-apa pada
seseorang, ini urusan Allah semata.
c. Di sisi lain
Al-Mishri menyatakan bahwa manusia itu ada dua macam: Darij dan Wasil,
Darij adalah orang yang berjalan menuju jalan iman, sedangkan wasil
adalah jalan yang melayang diatas kekuatan ma’rifat.[13]
b)
Pandangan Dzu An-Nun Al-Misri tentang Maqamat dan Ahwal
Pandangan Al-Mishri tentang
maqamat di kemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-Taubat, Ash-Shab,
At-Tawakal, dan Ar-Ridho.
Lebih lanjut, Al-Misri membagi tobat
menjadi 3 tingkatan yaitu:
a.
Orang
yang bertobat dari dosa dan keburukannya.
b.
Orang
yang bertobat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Tuhan.
3.
Abu
Yazid Al-Bustami
·
Riwayat
hidup Abu Yazid Al-Bustami
Nama
lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isya bin Surusyan All-Bustami, lahir di
daerah Bustam (Persia) pada tahun 874 dan wafat tahun 947 M. Nama kecilnya
adalah Taifur. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster,
kemudian masuk dan menjadi pemeluk Islam di Bustam. Kata ibunya, bayi yang
dalam kandungannya akan memberontak sampai muntah kalau sang ibu memakan
makanan yang diragukan kehalalannya. perjalanan Abu Yazid untuk
menjadi seorang Sufi membutuhkan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan
dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih
dari mazhab hanafi.[15]
·
Ajaran
Tasawuf
a)
Fana’ dan Baqa’
Ajaran tasawuf terpenting Abu
Yazid adalah Fana’ dan Baqa’. Dari segi bahasa, Fana’
berasal dari bahasa Faniya yang berarti Musnah atau lenyap. Dalam
istilah tasawuf menurut Abu Bakar Al-Kalabiadzi Fana’ adalah: hilangnya
semua keinginan hawa nafsu seseorang, sehingga ia kehilangan segalanya perasaannya
dan dapat membedakan sesuatu secara sadar.
Adapun Baqa’ berasal dari
kata Baqiyah dari segi bahasa adalah tetap. Sedangkan menurut istilah
berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa’ tidak
dapat dipisahkan dengan paham fana’. Keduanya merupakan paham yang
berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana’, ketika itu juga
ia sedang menjalani baqa’.[16]
b)
Ittihad.
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang
dialami oleh seorang sufi setelah melalui tahap Fana’ dan Baqa’.
Dalam tahapan Ittihad
seorang sufi bersatu dengan Allah, antara yang mencintai dan yang di cintai
menyatu baik substansi maupun perbuatannya. Dalam paparan Harun Nasution, ittihad
adalah satu tingkatan dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan
Tuhan, satu tingkatan dimana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
Sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan
kata-kata.[17]
4.
Abu
Manshur Al-Hallaj
·
Biografi
Singkat
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu
Al-Mughist Al-Husain bin Mansur bin Muhammad Al-Bardhawi lahir di Baida, sebuah
kota kecil di wilayah Persia. Pada tahun 244H/855M ia tumbuh dewasa di kota
Wasith, dekat Baqhdad pada usia 16 tahun ia belajar pada seorang sufi terkenal
saat itu, yaitu Sahl bin ‘Abdullah At-Tusturi di Basrah dan berguru pada ‘Amr
Al-Makki yang juga seorang sufi, dan pada tahun 878 M, ia masuk ke kota Bagdad
dan belajar kepada Al-Junaid. Setelah itu, ia pergi mengembara dari satu negeri
ke negeri lain menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf.
Dalam semua perjalanan dan
pengembaraannya ke berbagai pengawasan Islam seperti Khurasan, Ahwaz, India,
Turkistan dan Makkah. Al-Hallaj telah banyak memperoleh pengikut, ia kemudian
kembali ke Baghdad pada tahun (296 H/909 M) di Baqhdad pengikutnya semakin
bertambah banyak karena kecamannya terhadap kebobrokan-kebobrokan pemerintah
yang berkuasa pada waktu itu.
Al-Haliaj selalu mendorong
sahabatnya melakukan perbaikan dalam pemerintahan dan selalu melontarkan kritik
terhadap penyelewenangan-penyelewengan yang terjadi.[18]
·
Ajaran
Tasawuf
1.
Hulul dan Wahdat asy-Syuhud.
Diantara ajaran tasawuf Al-Hallaj
yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat asy syuhlia yang
kemudian melahirkan paham wihdat al-wujud (kesatuan wujud) kata al-hulul,
berdasarkan pengertian bahasa, berarti menempati suatu tempat.
Adapun menurut istilah al-hulul
ini berarti paham yang mengatakan bahwa tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang
ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
Al-Halaj berpendapat bahwa dalam
diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat ketuhanan, ia manakwilkan:
Yang artinya: “Dan (ingatlah)
ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, (sujudlah kamu kepada adam), maka
mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia
termasuk golongan yang kafir”.[19]
5.
Al junaid
Nama
lengkapnya adalah Abu Alqosim Al-junaid bin Muhammad Alkhazzaz An-nihawandi,
lahir di Nihawand, Irak. Ia menetap di Bagdad dan meninggalnya pun di Bagdad
tahun 297 H (910 M) dalam memperdalam ilmunya ia berguru dari pamannya Surri
al-Saqti dan belajar kepada Haris bin Asad al-Muhasibi. Al-junaid sebagaimana
yang di jelaskan A.J.Arberry (19979:56) memiliki tangung jawab dalam
mengembangkan paham al-fana’.
Kaum sufi mengartikan fana adalah lenyapnya sifat-sifat
kemanusian, akhlak tercela dan kejahilan dari seorang sufi, dan baqa’
adalah sifat-sifat ketuhanan, Akhlak yang mulia dan pengetahuan dalam dirinya. Fana
juga bisa berarti leburnya perasaan dan kesadaran tentang adanya tubuh kasar
seorang sufi dimana wujud jasmani sudah dirasakan tidak ada lagi.
Al-Junaid adalah seorang sufi yang cerdas, memiliki pikiran
cemerlang dan selalu cepat tanggap dalam menghadapi segala situasi dan kondisi.
Analisisnya terhadap berbagai masalah yang diajukan kepadanya sangatlah tajam,
sehingga sering membuat para pendengarnya terkagum-kagum. Padahal sifat dan
kemampuannya ini sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Kedudukannya di antara
para sufi sangatlah terhormat, bahkan Sari Al-Saqati sendiri sempat
mengakuinya. Dalam riwayat dinyatakan, ketika seseorang bertanya pada Sari
Al-Saqati, "Apakah seorang murid dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi
dari gurunya dalam tasawuf?" Sari Al-Saqati menjawab, "Tentu saja
dapat, lantaran ada banyak bukti yang menunjukkan hal tersebut. Ketahuilah
bahwa tingkat tasawuf Al-Junaid itu sesungguhnya lebih tinggi dari tingkat
pernah kucapai."[20]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
etimologi, kata ‘irfan
merupakan kata
jadian (mashdar) dari kata ‘arafa’ (mengenal atau pengenalan). Adapun secara
terminologis ‘irfan di identikan dengan ma’rifat
sufistik. Orang yang ‘irfan atau makrifat kepada Allah adalah
yang benar-benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyuf (ketersingkapan). Ahli ‘irfan adalah orang yang berminat kepada Allah. Arif
adalah seseorang yang memperoleh penampakan tuhan sehingga pada dirinya tampak
kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).
‘Irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan pertanggung jawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan tuhan. Bagian ini menyerupai etika.praktis juga dapat disebut sayr wa suluk (perjalanan rohani).
Tasawuf
Irfani ialah tasawuf yang identik bertujuan mencapai makrifat kepada Allah.
Orang yang irfan adalah orang yang benar-benar mengenal allah melalui dzauq dan
kasyf (ketersingkapan). Tokoh-tokoh yang termasuk kedalam tasawuf ini adalah
rabiatul adawiyyah, dzu An-Nun Al-Mishri, Abu Yazid albustami, Abu mansyur alhallaj, dan al-junaidi.
Ø Tokoh-tokoh Tasawuf Irfani
1.
Rabi’ah AL-Adawiyah
2.
Dzu An-Nun Al-Mizri
3.
Abu Yazid Al-Bustami
4.
Abu Manshur Al-Hallaj
5.
Al junaid
DAFTAR PUSTAKA
Ø Solichin
Mohammad Muchlis, Akhlak dan Tasawuf dalam Wacana Kontenporer, Surabaya:
Pena Salsabila, 2014
Ø
Mustofa A, Akhlak Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia,2010
Ø
Rosihon Anwar, Akhlak
Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia,2010
Ø
http://www.ikhsanudin.com/2010/11/tasauf-irfani-dan-tokoh-tokohnya.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 07:00
[1]
Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak dan Tasawuf dalam Wacana Kontenporer (Surabaya:
Pena Salsabila, 2014), Hlm. 120
[2] A.
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm
210
[3]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka
Setia,2010) ,hlm.253.
[4] http://www.ikhsanudin.com/2010/11/tasauf-irfani-dan-tokoh-tokohnya.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 07:00
[5]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
254.
[6] A. Mustofa,
Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm 216.
[7] Ibid
,hlm.249.
[8]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
254
[9]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
257-258
[10]
Ibid, hlm. 259-260
[11] http://www.ikhsanudin.com/2010/11/tasauf-irfani-dan-tokoh-tokohnya.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 07:00
[12] http://www.rumahbangsa.net/2014/08/tasauf-irfani.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 15:26
[13] Rosihon
Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
261
[14]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
262
[15] http://www.ikhsanudin.com/2010/11/tasauf-irfani-dan-tokoh-tokohnya.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 07:00
[16]
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
266-267
[17] Rosihon
Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm.
267
[18] Ibid, hlm. 269-170
[19] Rosihon
Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,2010) ,hlm. 271-272
[20] http://www.rumahbangsa.net/2014/08/tasauf-irfani.html,pada tanggal 23 september 2017 pukul 15:26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar