Sabtu, 09 Desember 2017

Makalah taswuf di Indonesia dan Tokoh-tokohnya



TASAWUF DI INDONESIA DAN TOKOH-TOKOHNYA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf di semester gasal yang diampu oleh Bapak Moch.Cholid Wardi, M.HI

Oleh Kelompok VIIIA:

ALFIN KUSUMA WARDANI
NIM. 20170703022023
EKA WAHYU ILAHI.
NIM. 20170703022047
FARIDATUL AISYAH
NIM. 20170703022054
HELEN ANGGIE IMMAMI
NIM. 20170703022071
RHENY DWI ANGGRAINI
NIM. 20170703022177

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
JURUSAN EKONOMI BISNIS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017



KATA PENGANTAR


       Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai “Tasawuf Dan Tokoh-tokohnya Di Indonesia”
       Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas dari Dosen Pengampu Bapak Moch.Cholid Wardi, M.HI. Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Meskipun penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan makalah ini, karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini sehingga nantinya makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai penambah pengetahuan pemabaca.
      Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

  .


                                                                                Pamekasan, 29 September 2017
                                                                       
                                                            Penulis





DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................
KATA PENGANTAR…………….........................………....………................i
DAFTAR ISI …………………………...............................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang  …………....................….…..…………….............................1
B. Rumusan Masalah …………............……………....………………..........…. 1
C. Tujuan Penulisan ………………..........................…........................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Tasawuf Di Indonesia …………….......................... ..2
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf  Di Indonesia beserta Ajarann……......………............3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....…………………….......……….................…………......…… 11
B. Saran ………………………..….................................................………......... 11
DAFTAR PUSTAKA ………...............................…............…………......……..

 


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
       Tasawuf di Indonesia tidak akan lepas dari pengkajian proses Islamisasi di kawasan ini sebab penyebaran Islam di Nusantara sebagian besar merupakan jasa para Sufi tersebut.
Perlu kita ketahui bahwa dari sekian banyak naskah lama yang berasal dari Sumatra, berorientasi Sufisme. Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf merupakan unsur yang cukup dominan dalam masyarakat pada masa itu. Kenyataan lainnya,kita bisa melihat ppengaruh yang sangat besar oleh para Sufi ini di Tanah Aceh, Kalimantan,Sulawesi, Sumatra bagian Selatan, maupun di tanah Jawa. Antara lain Hamzah Fansuri(sekitar Abad ke-17M) yang terkenal dengan karyaya yang berjudul Asrar Al-Arifin dan syarab Al-Asyikin serta beberapa kumulan syair sufistiknya.
Perkembangan Islam di Jawa di gerakkan oleh ulama yang diketahui dan dikenal denan panggilan Wali Songo atau Wali Sembilan. Sebutan itu sudah viral dan terkenal dalam perkembangan Islam di Indonesia dan hal itulah adalah penghayat tasawuf sampai pada derajat wali.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.    Bagaimana sejarah pekembangan tasawuf di Indonesia?
2.    Siapa sajakah tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia beserta ajarannya ?
C.      TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui sejarah pekembangan tasawuf di Indonesia.
2.    Untuk mengetahui tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia beserta ajarannya.








BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Perkembangan Tasawuf di Indonesia
     Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah, dan pribadi Nabi SAW. Sebelum diangkat mnjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di Gua Hira’, terutama pada bulan Ramadhan. Disana Nabi SAW banyak berdzikir dan bertafakkur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pengasingan diri Nabi SAW. Di gua Hira ini merupakan acuan utama para sufi dalam melakukan khalwat.
     Kemudian puncak kedekatan Nabi SAW dengan Allah SWT. Tercapai ketika melakukan Isra’ dan Mi’raj itu Nabi SAW. Telah sampai ke Sidratul Muntaha (tempat terakhir yang di capai Nabi SAW. Ketika Mi’raj di langit ke tujuh), bahkan telah sampai ke hadirat Ilahi dan sempat berdialog dengan Allah SWT. Dialog itu terjadi berulang kali, dimulai ketika Nabi SAW menerima perintah dari Allah SWT tentang kewajiban shalat Lima Puluh kali dalam sehari semalam. Atas usul Nabi Musa AS, Nabi SAW. Memohon agar jumlahnya diringankan dengan alasan bahwa umatnya nanti tidak akan mampu melaksanakannya, kemudian Nabi SAW. Terus berdialog dengan Allah SWT. Keadaan demikian merupakan benih-benih yng menumbuhkan sufisme dikemudian hari.
Perikehidupan (sirah) Nabi SAW. Juga merupakan benih-benih Tasawuf, yaitu pribadi Nabi SAW. Yang sederhana, Zuhud, dan tidak pernah terpesona oleh kemewahan dunia. Dalam salah satu do’anya ia bermohon: “Wahai Allah, hidupkanlah aku dalam kemiskinan dan matikanlah aku selaku orang miskin. “ (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).[1]




B.       Tokoh-tokoh Tasawuf di Indonesia
1.    Syekh Abdur Rauf As-Sinkili
a.     Riwayat Hidup Abdur Rauf As-Sinkili
Syekh Abdur Rauf As-Sinkili adalah seorang ualama. Nama lengkapnya adalah syekh Abdur Rauf bin ‘Ali Al-Fansuri. sejarah telah mencatat bahwa ia merupakan murid dari dua ulama sufi yang memenetap di Mekah dan Madinah.[2]
Menurut Hasyimi, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, Ayah As-Sinkili berasal dari Persia yang datang ke Samudera Pasai pada akhir abad ke-13 dan kemudian menetap di Fansur, Barus, sebuah kota pelabuhan tua di pantai barat Sumatra. Pendidikannya dimulai dari ayahnya di Simpang Kanan (Sinkili). Kepada ayahnya, ia belajar ilmu-ilmu agama, sejarah, bahasa Arab, filsafat, Sastra Arab/ Melayu, dan Bahasa Persia. Pendidikannya kemudian dilanjutkan ke Samudera Pasai dan belajar di Dayah Tinggi pada Syekh Syamsuddin As-Sumatrani. Setalah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Arabia.[3]
As-Sinkili banyakmempunyai murid, diantaranya adalah Syekh Burhanuddin Ulakan (Wafat.111 H/1691 M) yang aktif mengembangkan Tarekat Syattiriah. Tersebarnya tarekat itu mulai dari Aceh melalui jalur yang tepat hingga ke Sumatra Barat menyusur ke Sumatra Selatan dan berkembang pula hingga Cirebon, Jawa Barat.
Karya-karya As-Sinkili adalah.   
1.    Mir’at Ath-Thullab (fiqih Syafi’i bidang muamalat)
2.    Hidayat Al-Baligha (fiqih tentang sumpah, kesaksian,peradilan,pembuktian, dan lain-lain)
3.    ‘Umdat Al-Muhtajin (tasawuf)
4.    Syams Al-Ma’rifah (tasawuf tentang makrifat)
5.    Kifayat Al-Muhtajin (tasawuf)
6.    Daqa’iq Al-Huruf (tasawuf)
7.    Turjuman Al-Mustafidh (tafsir), dan lain-lain
b.    Ajaran Tasawuf Abdur Ra’uf As-Sinkili
Sebelum As-Sinkili membawa ajaran tasawufnya, di Aceh telah berkembang ajaran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf wujudiyyah, yang kemudian dikenal dengan nama wahdad Al-wujud.
Ajaran tasawuf As-Sinkili yang lain bertalian dengan martabat perwujudan Tuhan. Pertama, martabat Ahadiyyah atau La ta’ayyun, yaitu alam pada waktu itu masih merupakan hakikat gaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yang sudah tercipta haqiqat muhammadiyah atau ta’ayyun tsani, yang di sebut ‘ayan tsabitah, dan dari sinilah alam tercipta.[4]
2.    Yusuf Al-Maqassari
Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Al-Mahasin Al-Taj Al-Khalwati Al-Maqassari, juga dikenal di Sulawesi dengan Tuanta Salamaka rdi Gowa (guru kami yang agung dari Gowa), terlahir di Gowa pada 1037/1627. Melihat latar belakang kerajaan Gowa pada abad tersebut, diketahui bahwa islam telah berkembang dengan baik di sana. Maka masa remaja Al-Maqassari berkembang dalam tradisi keislaman yang kuat.[5]
Diusia  17 tahun (1644 M), Al-Maqassari meninggalkan makasar untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Namun sebelum sampai di Mekkah Al-Maqassari singgah di berbagai pusat keilmuan islam, seperti di Banten, Aceh< Gujarat, dan Yaman. Disetiap tempat yang disinggahi dipergunakan untuk berguru kepada ulama-ulama terkemuka. Di Aceh ia berguru kepada Al-Raniri, di Yaman Al-Maqssari berguru kepada Muhammad Al-Baqi Al-Naqsabandi. Guru-guru terpenting Al-Maqassari di Haramayn adalah Ahmad Al-Qusyasyi, Ibrahim Al-Kurani, Hasan Al-‘Ajami.[6]
Al-Maqassari dipercaya oleh Al-Kurani untuk menyalin kitab al-Durrat al-Fakhirat dan Risalah fi al-Wujud, keduanya adalah karya Nur Al-Din Al-Jami. Kemudian Al-Kurani menulis sebuah tafsir atas al-Durrat al-Fakhirat dengan judul al-Tahrihat al-Bahirah li Mabahits al-Durrat al-Fakhirat.
Setelah Mekkah dan Madinah, Al-Maqassari juga melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Damaskus dan berguru kepada Ayyub Al-Khalwati, seorang sufi muhaddits di Damaskus, dan menguasai ilmu esoteris dan eksoteris Islam. Do\iperkirakan Al-Maqassari menuntut ilmu selama beberapa tahun di Damaskus, sampai kemudian diberi gelar al-Taj al-khalwati(mahkota khalwati). Dari Damaskus ini Al-Maqassari lalu kembali ke Nusantara. Tetapi setibanya di Nusantara Al-Maqassari lebih banyak berkiprah dalam masalah poltik.
b.    Karya intelektual
Al-Maqassari adalah penulis yang sangat produktif dan menghasilkan puluhan kraya tulis yang rata-rata dalam bahsa Arab yang baik. hal ini menunjukkan penguasaannya yang baik dalam bidang bahasa  Arab.
Berikut ini adadalah di antara karya-karyanya.
1.   al-Barakahal-saylaniyah. Kitab ini berisi ajaran tentang dzikir,tata cara  berdzikir, dan makna yang terkandung dalam masing-masing dzikir tersebut. Juga membicarakan tentang syahadat yang juga terkait dengan dzikir seorang hamba kepda tuhannya.
2.    Bidayat al-mubtadi. Kitab ini berbahasa berbahsa Ara, menjelaskan tentang sifat-sifat Allah disertai dengan penjelasan tentang sifat-sifat Allah tersebut.
3.   Al-Fawaih al-Yusufiyya fi Bayan Tahqiq al-Suufiya. Kitab ini berbahsa Arab dan menjelaskan tentang hakikat sufi dan kesufian.
4.   Al-Nafhat al-sailaniyah,kitab ini menjelaskan tentang taswuf, dan cara menggapainya secara benar.
5.   Zubdat al-Asrar, berbicara tentang dzikir kepada allah, bagaimana melakukan dzikir secara benar sesuai dengan tingkatan-tingkatan dzikir.
6.   Taj al-asrar, kitab ini berbicara tentang syariat, hakikat dan makrifat dalam ilmu tasawuf.
7.   Mathalib al-salikin.
8.   Sirr al-asrar, berisi tentang cara dzikir dan tingkatan-tingkatan dalam berdzikir.
9.   Tuhfah al-Rabbaniyah.
10.              Habl al-warid.[7]

3.    Syaikh Ahmad Khatib Sambas
a.    Biografi singkat syaikh ahmad khatib sambas
Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad Khatib  bin Abdul Ghaffar As-Sambasi Al-Jawi. Ia lahir di Kampung Asam,Sambas,Kalimantan Barat.[8]
Ahmad Khatib Sambas adalah tokoh sufi asli Indonesia yang mendirikan tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Ia lahir pada tahun 1217 Hijriah(1802 M). Setelah menyelesaikan pendidikan agama di tingkat dasar di kota asalnya, ia pergi ke Mekah pada umur 19 tahun untuk melanjutkan studi dan menetap di sana sampai wafatnya pada tahun 1289 Hijriah (1872 M).Bidang studi yang di pelajari mencakup berbagai ilmu pengetahuan Islam,termasuk tasawuf, di mana pencapaian spiritualnya menjadikannya terhormat pada zamannya dan berpengaruh di seluruh Indonesia.
Para gurunya,antara lain Syaikh Dawud bin Abdullah bin Idris Al-Fatani (w. 1843 M) ulama besar yang pernah tinggal di Mekah,Syaikh Syamsuddin,dan Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari(w.1812 M).Dari semua murid Syaikh Syamsuddin,hanya Ahmad Khatib Sambas yang mencapai tingkat kemampuan dan wewenang tertinggi . Ia juga ditetapkan sebagai syaikh mursyid kamil mukammil dalam lingkungan terekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang ajarannya berasal dari Syaikh Syamsuddin. Pengajian terekat ini di teruskan di Mekah dan mendapat tanggapan yang serius dari penduduk kota itu.[9] Ia juga menghadiri pelajaran yang diberikan oleh Syaikh Bisri Al-Jabarti,Mufti mazhab Maliki,Sayyid Ahmad Al-Marzuqi,juga mufti mazhab Maliki,Sayyid Abdullah bin Muhammad Al,Mirghani(w. 1273H/1856M),dan Ustman bin Hasan Ad-Dimyathi(w. 1849 M).
Dari informasi ini,satu hal yang dapat di lihat adalah bahwa Khatib sambas merupakan seorang faqih karena mempelajari fiqih dengan seksama dan mempelajari representasi tiga contoh dari empat mazhab utama.
Pengaruh tarekat Qadriyyah wa Naqsyabandiyyah sangat berpengaruh di Melayu dan Indonesia. Di jawa,terekat ini banyak memperoleh pengikut.Tiga pesantren besar dijawa merupakan pusat terekat ini,yaitu pesantren suryalaya di tasikmalaya,jawa barat ;pesantren futuhiyah di Mranggen,Jawa tengah;dan pesantren Darul Ulum di Peterongan,Jawa Timur.
b.   Ajaran Tasawuf Syaikh Ahmad Khatib Sambas
Menurut Naguib Al-Attas, Khatib Sambas adalah seorang syaikh dari dua terekat,yaitu Qadiriyyah dan Naqsyanbandiyyah. Ia tidak mengajarkan kedua tarekat tersebut secara terpisah,tetapi mengombinasikan keduanya. Tarekat kombinasinya ini merupakan tarekat yang baru,berbeda dari kedua tarekat asalnya.Hurgronje juga mengakui bahwa Khatib Sambas adalah Ulama yang andal dan unggul di dalam setiap cabang pengetahuan islam.[10]
Khatib Sambas mengikuti prosedur dari afirmasi dan negasi,yaitu tidak ada Tuhan selain Allah(dzikir an-nafi wa al-itsbat),seperti dipraktikkan oleh tarekat Qadiriyyah. Ia juga mengubah sedikit amalan tarekat tersebut.Untuk menambah ilmu tasawuf,Ia juga belajar kepada Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Syaikh Abdul Karim Al bantani yang kelak menjadi pemimpin terekat Qadiriyyah dan Naqsyabandiyyah.
Khatib  sambas di pandang sebagai orang yang telah memformulasikan pokok-pokok ajaran tarekat Qadiryyah wa Naqsyabandiyyah. Beberapa ajaran yang dikembangkan bertalian langsung dengan metode mendekatkan diri kepada Allah.Ajaran-ajaran tersebut,yaitu tentang kesempurnaan suluk,adab,dzikir,dan muqarabah.
4.    Tasawuf di Sumatra Selatan
Menurut Uka Tjandrasasmita dan Hasan Mu’arif Ambari bahwa Islam mulai masuk ke Sumtra Selatan dan berkemang pesat setelah abad ke – 15 M. Yaitu pada saat Kerajaan Islam di Palembang telah berdiri. Kemudian berdiri kerajaan besar pada permulaan abad ke 7 M. yaitu kerajaan Sriwijaya, Uka Tjandrasasmita tidak menolak tentang kedatangan Islam ke Sumatra pada abad pertama Hijriah atau abad ke 7 M.[11]
a.    Shihabuddin bin Abdullah Muhammad
Adalah seorang ulama terkemuka pada zaman Sultan Najamuddin. Dia salah seorang penasehat Sultan bidang keagamaan. Karya tulisnya antara lain sebagai berikut.
1.    Terjemahan dari kitab bahasa Arab Jauharut at-Tauhid karya Ibrahim al-Laqani (w,1613 M) kitab syair berisi tentang syahadat dan kepercayaan.
2.    Risalah, yang didasarkan kepada kitab Risalah fiat – Tauhid karya Syekh Ruslam ad-Dimasyqi dan Fath ar-Rahman karya Zakariya al-Anshari. Risalah ini tasawuf.
3.    Aqidat al-Payan, tentang sifat Allah yang dua puluh.
5.    Tasawuf di Jawa
Pada ahli sejarah memastikan bahwa ulama Asyraf yang dianggap memiliki pernah besar dalam proses Islamisasi di tanah Jawa adalah Wali Songo. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Wali Songo adalah pioneers Islamisasi sekaligus tasawufisasi di tanah Jawa khususnya, yang kemudian punya pengaruh besar di Nusantara. Dalam perkembangan selanjutnya, pergulatan pemikiran tasawuf telah mengalami dinamika dengan corak dan karakteristik yang berbeda-beda. Ada tasawuf yang bercorak Sunni yang diwakili oleh Wali Songo tersebut, ada tasawuf yang bercorak Falsafi yang dipelopori oelh Syekh Siti Jenar.[12]
a.    Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar adalah sosok penting dalam sejarah tasawuf di jawa. Soewarno menyebutkan keterkaitan antara Pangeran Carbon, Desa Lemah Abang, dengan Siti Jenar. Dari sumber Cirebon diceritakan ada seorang penyebar Islam yang bernama Syekh Jabantara yang kemudian dikenal dengan Syekh Siti Jenar bukan penduduk asli jawa. Awalnya menuntut ilmu di Bagdad dan kembali ke Malaka, kemudian pindah ke jawa dan bermukim di Bukit Amparan Jati kemudian pindahke Carbon Girang dan pindah lagi ke Pengging.
Syekh Siti Jenar adalah penganut paham Wujudiyah dalam dimana paham Wujudiyah adalah paham yang kemudian dianggap sebagai paham tasawuf yang menyimpang dari pakem tasawuf Sunni. Paham Wujudiyah ini juga sekaligus menjadi penyebab Syekh Siti Jenar akhirnya diadili dan dihukum mati oleh pengadilan Wali Songo. Paham Wujudiyah inilah yang dikemudian membawa banyak pengaruh terhaap perkembangan dan pertumbuhan paham Wujudiyah di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa.[13]
6.    Tasawuf di Sulawesi
Dua wilayah penting terkait dengan sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf disini adalah Makasar dan Buton.[14]
a.    Muhammad Aidrus
Muhammad Aidrus diperkirakan lahir pada perempatan akhir abad ke 18, karena dia memangku jabatan sultan pada tahun 1824 M. pada masa kecil dia menerima pendidikan Islam dari kakeknya. La Jampi, yang pernah menjadi sultan dengan gelar Sultan Qa’im ad-Dim Tua(1763-1788). Ia dibina oleh kakeknya dalam pengetahuan agama, khusunya bidang tasawuf.
Guru Muhammad Aidrus lainnya adalah Syekh Muhammad ibn Syais Aumbul al-Makki. Dari sang Syekh inilah Aidurs menerima tarekat Khalwatiyah Sammaniyah. Karya – karnya antara lain sebagai berikut.
1.    Jauhara Manikamu
2.    Mu’nisat al-Qulub fi Dzikr wa Musyahadah
3.    Dliya’ al-Anwar fi Tasfiyat al-Akdar.
4.    Kasyf al-Hijab fi Muraqabat al-Wahhab.
7.    Tasawuf di Kalimantan
Berbeda dengan wilayah lain di Nusantara, kalimantan Selatan agak belakangan menerima Islam, yaitu pada abad ke -16 M. Islam datang di Kalimantan Selatan adalah sejalan dengan perkembangan tasawuf itu sendiri. Perkembangan tasawuf di Kalimantan Selatan terus mengalami kemajuan dari waktu ke waktu, tetapnya pada abad ke – 18 M. dengan munculnya para ulama dalam pelbagi bidang, khusunyan tasawuf.[15]
a.    Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Nama lengkap dari Syekh Muhammad Nafis al-Banjari adalah Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein al-Banjari. Dia mendapatkan gelar kehormatan dengan Maulana al-Allamah al-Fahamah al-Mursyid ila Thariq as-Salamah. Dia segenerasi dengan Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.
Dia adalah salah seorang tokoh berpengaruh dalam bidang tasawuf di wilayah Melayu. Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari banyak menjalankan kegiatan dakwah di kawasan pedalaman seperti di Kalua. Syekh Nfis al-Banjari telah mengarang perbagai kitab tasawuf dan membawa tarekat Sammaniyyah masuk ke Kalimantan Selatan.
Syekh Nafis al-Banjari dikenal sebagai penganut paham tasawuf wujudiyah. Ajaran tasawuf yang peganginya diperoleh dari beberapa gurunya, diantara lain :
1.         Syekh Muhammad bin Abdul Karim Saman al-Madani,
2.         Syekh Abdu ar-Rahman bin Abdul Aziz al-Maghribi, dan
3.         Syekh Muhammad bin Ahmad al-Jauhari.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
     Masuknya tasawuf di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia, karena sejarah Islam di Indonesia tidak lepas dari pengaruh ajaran tasawuf yang digunakan oleh para penyebarnya. Kefleksibelan tasawuf yang mewarnai penyebaran tersebut menjadikan Islam berhasil masuk dan kemudian mengakar dalam diri masyarakat Indonesia, hampir tanpa catatan sejarah pertumpahan darah.
                             Tokoh sufi yang mempengaruhi perkembangan tasawuf di Indonesia diantaranya: Syekh Abdur Rauf As-Sinkili, Yusuf Al-Maqassari, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Shihabuddin bin Abdullah Muhammad, Syekh Siti Jenar, Muhammad Aidrus, Syekh Muhammad Nafis Al-banjari.
B.     Saran
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak kekurangan diantaraya adalah kurangnya referensi yang relevan dan pembahasan yang kurang detail. Dan kiranya makalah kami ini sangat jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi meningkatkan kesempurnaan mkalah yang kami tulis ini.












DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf. Jakarta. AMZAH. 2015.
Anwar. Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung. Pustaka Setia. 2009.
Arifin, Miftah. Sufi Nusantara: Biografi,Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf. Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA. 2013.
Ni’am, Syamsun. Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf. Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA. 2014.
Permadi. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta. Rineka Cipta. 2004.





[1] Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm.38-39.
[2]Rosihon Anwar, AKHLAK TASAWUF, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm.247.
[3]Ibid, hlm. 248.
[4]Ibid, hlm. 249.
[5]Prof.Dr. Miftah Arifin, M.Ag, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual, & Pemikiran Tasawuf, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 137.
[6]Ibid, hlm.138.
[7]Miftah Arifin, hlm. 140-141
[8]Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: AMZAH, 2015), hlm. 361.
[9]Ibid, hlm. 362.
[10]Ibid, hlm. 363.

[11]Syamsun Ni’am, Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), hlm. 170.

[12]Ibid, hlm. 173.
[13]Ibid, hlm. 174.
[14]Ibid, hlm. 183.
[15]Ibid, 187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar