MAQAMAT
DAN AHWAL
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid
Wardi, M.H.I.
Disusun Oleh :
DESY
KAMILIA INDRIANA (NIM: 20170703022036)
ROHMATUL KAMILAH (NIM: 20170703022182)
SULFATUL ISNIATI (NIM: 20170703022208)
YUNI RISTA ANDARI (NIM: 20170703022231)
PROGRAM
STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulilah
wasyukurilah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan
amal, sehingga kita senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh
kepasrahan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada sang
pencerah alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda
Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga ke alam yang
penuh ilmu pengetahuan ini.
Ucapan
terima kasih kami haturkan kepada Bapak
Moch. Cholid Wardi selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Tidak lupa juga
kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
persatu yang telah memberikan kami bantuan baik berupa material maupun
spiritual.
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca untuk dijadikan pedoman dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Harapan
kami semoga makalah “Maqamat dan Ahwal” yang
kami susun ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Pamekasan, 25 November 2017
Penyusun,
Kelompok
4
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
A.
Latar Belakang.................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................... 1
C.
Tujuan Masalah .................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................... 2
A. Pengertian Maqamat dan Macam-macamnya...................... 2
B. Pengertian Ahwal dan Macam-macamnya.......................... 5
C.
Perbedaan,
Persamaan Maqamat dan Ahwal...................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................. 10
A. Kesimpulan......................................................................... 10
B.
Saran................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maqamat dan ahwal adalah dua hal yang senantiasa
dialami oleh orang yang menjalani tasawuf sebelum sampai pada tujuan yang di kehendaki. Yang pertama
berupa keadaan, sedangkan yang kedua berupa tahapan perjalanan. Keduanya dapat
dibedakan namun sering pula disamakan, bahkan dipertukarkan.
Pernyataan
para sufi tentang kedua tema tersebut sangat beragam. Keragaman itu terdapat
dalam pengertian yang dirumuskan, jumlahnya, pembagian urutannya, dan
isyarat-isyarat yang diberikan tentang keduanya. Dibalik keragaman ini, tentu
terdapat jumlah segi-segi yang mempertemukannya.
Keragaman pernyataan para sufi
tentang maqamat dan ahwal dapat dimengerti. Mereka memperkatakan
dengan keduanya menurut kata hati mereka, dengan berdasarkan pengalaman yang
bersifat individual. Pembicaraan tentang maqamat
dan ahwal dalam tasawuf menjadi
berkembang dengan bertambahnya jumlah para sufi dari waktu ke waktu.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian maqamat dan macam-macamnya?
2.
Bagaimana pengertian ahwal dan macam-macamnya?
3.
Apa perbedaan,
persamaan maqamat dan ahawal?
C. Tujuan Masalah
1. Mendeskripsikan
pengertian maqamat dan
macam-macamnya.
2. Mendeskripsikan
pengertian ahwal dan macam-macamnya.
3. Mendeskripsikan
perbedaan, persamaan maqamat dan ahwal?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Maqamat dan Macam-macamnya
Secara bahasa, maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam yang berarti pangkat atau derajat.[1] Dalam bahasa inggris, maqamat disebut dengan stages (tangga) atau stations (terminal).[2]
Menurut istilah tasawuf, maqamat adalah kedudukan seorang hamba
dihadapan Allah, yang diperoleh dengan melalui peribadatan, mujahadah, latihan
spiritual serta (berhubungan) yang tidak putus-putusnya dengan Allah.
Jadi, maqamat adalah hasil kesungguhan dan perjuangan terus-menerus,
dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik.[3]
Macam-macam maqamat dalam ilmu
tasawuf:
1. Taubat
Taubat adalah memohon
ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang telah dilakukan pada saat yang
lampau dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan
dosa-dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan
oleh Allah.[4]
Taubat memiliki
beberapa tingkatan; pertama, taubat tingkat rendah yang menyangkut dosa yang
dilakukan jasad atau angota-anggota badan. Kedua, taubat tingkat menengah
terhadap pangkal dosa-dosa seperti taubat dari sifat dendam, sombong, iri,
riya’, pamer dan lainnya. Ketiga, taubat tertinggi merupakan taubat untuk
berusaha menjauhkan diri dari bujukan syetan dan kelalaian dari mengingat
Allah.[5] Adapun syarat-syarat
yang harus dipenuhi ketika melakukan taubat, sebagai berikut:
a. Meninggalkan
kemaksiatan yang dilakukan.
b. Menyesali
perbuatan maksiat yang dilakukan.
c. Bertekad
untuk tidak mengulangi pebuatan maksiat yang telah dilakukan.[6]
2. Zuhud
Zuhud
adalah sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap
kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan ukhrawi. Zuhud dibagi menjadi 3 tingkatan: Pertama (terendah), menjauhkan dunia agar terhindar dari hukuman
akhirat. Kedua (menengah), menjauhi
dunia dengan menimbang imbalan akhirat. Ketiga
(tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena
cinta kepada Allah semata.[7]
3. Sabar
Secara
bahasa, sabar berarti tabah
hati. Secara
istilah, sabar adalah suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen dalam
pendirian.[8] Dalam ajaran tasawuf
sifat sabar dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Sabar
dalam beribadah kepada Allah.
b. Sabar
dalam menjauhi larangan Allah.
c. Sabar
dalam menerima cobaan dari Allah.[9]
4. Wara’
Secara
harfiah, wara’ berarti shaleh,
menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Menurut pandangan sufi, wara’
adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang
menyangkut pakaian, makanan, maupun persoalan lainnya.[10] Wara’
dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Wara’
segi lahir yaitu tidak mempergunakan segala yang masih diragukan dan
meninggalkan kemewahan.
5. Faqr
Faqr
adalah tidak menuntut banyak dan merasa cukup dengan apa yang telah diterima
dan dianugrahi oleh Allah, sehingga tidak mengharapkan atau meminta suatu yang
bukan haknya.[12]
6. Tawakal
Secara
harfiah, tawakal berarti menyerahkan diri. Secara umum, tawakal adalah
keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah. Serta berhenti
memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan kekuatan.[13] Tanda-tanda tawakal ada
3 yaitu:
a. Menyingkirkan
sikap ketergantungan.
b. Menghilangkan
bujukan yang berkaitan dengan tabiat.
c. Berpedoman
pada kebenaran dalam mengikuti tabiat.
Tawakal
dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
a. Kayakinan
seseorang akan tanggungan dan pemeliharaan Allah sama dengan keyakinannya
terhadap orang kepercayaannya.
b. Derajat
yang lebih tinggi dari pada derajat pertama, yang memposisikan diri di hadapan
Allah seperti posisi seorang bayi di hadapan ibunya.
c. Derajat
tertinggi, yaitu memposisikan diri di hadapan Allah ibarat posisi mayat di
hadapan orang yang memandikan.[14]
7. Ridha
(Rela)
Secara
harfiah, ridha berarti rela, senang
dan suka.[15]
Secara umum, ridha adalah menerima
dengan rasa puas terhadap apa yang dianugerahkan Allah. Orang yang rela mampu
menerima dan melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan
tidak berburuk sangka terhadap ketentuannya.[16] Ridha
memiliki dua sudut pandang yaitu:
a. Terarah
kepada perbuatan Allah, yang dimana seorang hamba merasa ridha terhadap
perbuatan Allah yang menetapkan terjadinya segala sesuatu.
b. Terarah
kepada kejadian yang diputuskan, yaitu terhadap musibah itu sendiri. Artinya
seseorang harus merasa ridha dengan musibah yang diberikan oleh Allah.[17]
8. Mahabah
Mahabah
berasal dari kata ahabah-yuhibu-mahabatan
yang berarti mencintai secara mendalam. Mahabah
adalah cinta abadi kepada Allah yang melebihi cinta kepada siapa pun dan
apapun. Adapun tanda-tanda cinta seorang terhadap Allah diantaranya yaitu:
a. Senang
bertemu dengan kekasihnya (Allah) dengan cara saling membuka rahasia dan saling
melihat satu sama lain.
b. Melakukan
segala hal yang disenangi kekasihnya (Allah).
c. Senantiasa
berdzikir menyebut nama-Nya.
d. Merasa
tenang dan damai ketika bermunajat kepada Allah dam membaca kepada kitabnya.[18]
9. Ma’rifat
Secara
bahasa, ma’rifat berasal dari kata arafah, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan
pengalaman.[19]
Menurut ulama, ma’rifat adalah
kemampuan seorang sufi untuk mengenal
Allah, sifat-sifat-Nya, yang membenarkan Allah dengan keyakinan dan iman yang
sejati dan dengan suka rela melaksanakan ajaran-Nya dalam segala perbuatan.[20]
10. Istiqamah
Menurut Kyai Achmad, Istiqamah berarti tekun, telaten, terus
menerus, dan tidak pernah bosan untuk mengamalkan apapun yang dapat diamalkan. Contohnya: setiap selesai
sholat maghrib Ayu selalu mengaji.[21]
B.
Pengertian
Ahwal dan Macam-macamnya
Dari segi bahasa,
ahwal adalah bentuk jamak dari
hal yang berarti sifat dan keadaan
sesuatu.[22]
Menurut al-Gazali, hal adalah
kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba
pada suatu waktu, baik
sebagai buah dari amal shaleh yang mensucikan jiwa.[23] Adapun
macam-macam ahwal dalam ilmu tasawuf,
sebagai berikut:
1. Muhasabah
(mawas diri) dan Muraqabah (waspada)
Muhasabah
(mawas diri) adalah sebagai upaya untuk meneliti diri sendiri dengan cermat
apakah segala perbuatannya dalam sehari-hari telah sesuai atau bertentangan
dengan ketentuan Allah. Sedangkan
Muraqabah (waspada) adalah meyakini
bahwa Allah mengetahui segala pikiran, perbuatan, dan rahasia dalam hati yang
membuat seseorang menjadi hormat, takut, dan tunduk kepada Allah.[24]
2. Raja’
(berharap) dan Khauf (takut)
Raja’
adalah berharap atau perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang
diinginkan atau disenangi.[25] Raja’ menuntut tiga perkara yaitu:
a. Cinta
pada apa yang diharapkannya.
b. Takut
harapannya hilang.
c. Berusaha
untuk mencapainya.[26]
Menurut
ahli sufi, khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah
karena khawatir kurangnya pengabdian. Orang yang selalu merasa takut, maka
timbulah sikap untuk selalu berusaha agar perilakunya tidak menyimpang dari
yang dikehendaki Allah dan mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang
positif dan terpuji serta menjauhi perbuatan tercela. Berdasarkan penyebabnya khauf dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Sesuatu
yang ditakuti karena akibat yang ditimbulkan, seperti takut mati sebelum
taubat, ketidakmampuan memenuhi hak-hak Allah.
b. Sesuatu
yang ditakuti karena zatnya, seperti takut pada mati dan beratnya menghadapi
kematian.[27]
3. Hubb
(cinta)
Hubb
adalah kacenderungan hati untuk memerhatikan keindahan dan kecantikan.[28] Ibn
Taimiyah membagi tingkatan-tingkatan
cinta, yaitu:
a. Al-‘Alaqah,
yaitu keterkaitan hati dengan yang dicintai.
b. Al-Shababah
(kegairahan), yaitu hati selalu bergairah kepada-Nya.
c. Al-Ghuram,
yaitu cinta sebagaimana biasanya.
d. Al-‘Isyq,
yaitu mencintai kepada-Nya dengan bergairah yang berlebih.
4. Syauq
(rindu) dan Uns (intim)
Syauq
adalah kerinduan yang ingin segera bertemu dengan Allah. Uns adalah sifat merasa selalu berteman, tak pernah merasa sepi.[30] Orang-orang
yang intim (yang merasakan uns) terbagi menjadi tiga kondisi, yaitu:
a. Seorang
hamba yang merasakan suka cita berdzikir mengingat Allah dan merasa gelisah
disaat lalai. Merasa senang disaat berbuat ketaatan dan gelisah berbuat dosa.
b. Seorang
hamba yang merasa senang dengan Allah dan gelisah terhadap bisikan-bisikan
hati, pikiran dan segala sesuatu selain Allah yang akan menghalanginya untuk
dekat dengan Allah.
c. Kondisi
yang tidak lagi melihat suka citanya karena adanya wibawa, kedekatan, kemuliaan
dan mengagungkan disertai dengan suka cita.[31]
5. Thuma’ninah
Thuma’ninah
adalah rasa tenang, tidak ada rasa waswas atau khawatir, tidak ada yang dapat
mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan
jiwa yang paling tinggi. Thuma’ninah
dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Ketenangan
bagi kaum awam. Artinya, ketenangan ini didapatkan ketika seorang hamba
berdzikir, mereka merasa tenang karena do’a-do’anya terkabul.
b. Ketenangan
bagi orang-orang khusus. Artinya, dalam tingkatan ini mereka merasa tenang
karena mereka rela, senang atas keputusan Allah, sabar atas cobaan-Nya, ikhlas, dan takwa.
c. Ketenangan
bagi orang-orang yang paling khusus. Artinya, mereka mendapatkan ketenangan
karena mereka mengetahui bahwa rahasia-rahasia hati mereka tidak sanggup merasa
tentram kepada-Nya dan tidak bisa tenang kepada-Nya, karena kewibawaan dan
keagungan-Nya.[32]
6. Musyahadah
Secara
harfiah, musyahadah adalah
menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi tasawuf, musyahadah adalah menyaksikan secara
jelas dan sadar apa yang dicari (Allah) atau penyaksian terhadap kekuasaan dan
keagungan Allah.[33]
C.
Perbedaan
dan Persamaan Maqamat dan Ahwal
Adapun perbedaan dan persamaan antara maqamat
dan ahwal dapat penulis paparkan dalam tabel di bawah ini:
Kajian
|
Macam-macam
|
Perbedaan
|
Persamaan
|
Maqamat
|
Taubat, Zuhud, Sabar, Wara’, Faqr, Tawakal, Ridha (Rela), Mahabah, Ma’rifat, dan Istiqamah.
|
Pelaksanaan senantiasa berurutan,
dirumuskan oleh seorang sufi itu sendiri, jumlah maqamat antara sufi satu
dengan lainnya berbeda, dapat dipelajari oleh setiap salik (pelaku tasawuf),
harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, dan membutuhkan usaha.
|
Merupakan inti kajian dan ajaran
tasawuf, dapat dialami oleh setiap sufi.
|
Ahwal
|
Muhasabah
(mawas diri) dan Muraqabah (waspada), Raja’
(berharap) dan Khauf (takut), Hubb (cinta), Syauq (rindu) dan Uns
(intim), Thuma’ninah, dan Musyahadah
|
Hidayah dan anugerah dari Allah sesuai
dengan kehendak-Nya, sifatnya temporer, mudah datang dan pergi/tidak
selamanya ada, dan tidak membutuhkan usaha.[34]
|
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas yang berkaitan dengan maqamat dan ahwal dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengertian
Maqamat dan Macam-macamnya
a. Pengertian
Maqamat
Maqamat
adalah hasil kesungguhan dan perjuangan terus-menerus, dengan melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik.
b. Macam-macam
maqamat
1)
Taubat
2)
Zuhud
3)
Sabar
4)
Wara’
5)
Faqr
6)
Tawakal
7)
Ridha (Rela)
8)
Mahabah
9)
Ma’rifat
10) Istiqamah
2. Pengertian
Ahwal dan Macam-macamnya
a. Pengertian
ahwal
Ahwal adalah
kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seseorang hamba
pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal shaleh yang mensucikan jiwa.
b. Macam-macam
ahwal
1) Muhasabah
(mawas diri) dan Muraqabah (waspada)
2) Raja’
(berharap) dan Khauf (takut)
3) Hubb
(cinta)
4) Syauq
(rindu) dan Uns (intim)
5) Thuma’ninah
6) Musyahadah
3. Perbedaan
dan Persamaan Maqamat dan Ahwal
Dilihat
dari segi Pelaksanaan, Hidayah dan anugerah dari Allah sesuai dengan
kehendak-Nya, serta sifatnya temporer, mudah datang dan pergi/tidak selamanya ada,
dan tidak membutuhkan usaha, sedangkan persamaannya merupakan inti kajian dan
ajaran tasawuf.
B. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia,
2010.
Bangun Nasution, Ahmad. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Misbachul Munir, Moch. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014.
Muchlis Solichin, Mohammad. Akhlak dan Tasawuf. Surabaya: Pena Salsabila, 2014.
Muzaiyana. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press, 2014.
Ni’am, Syamsun. Tasawuf
Studies: Pengantar Belajar Tasawuf. Yogyakarta: Ar-RuzzMedia, 2014.
Rusli, Ris’an. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013.
[1] Syamsun Ni’am, Tasawuf
Studies Pengantar Belajar Tasawuf (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 137.
[23] Muzaiyana, Akhlak Tasawuf, hlm. 258.
[24] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 203.
[25] Moch. Misbachul Munir, Akhlak Tasawuf, hlm. 263.
[26] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 204.
[27] Moch. Misbachul Munir, Akhlak Tasawuf, hlm. 262.
[28] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 203.
[29] Mohammad Muchlis
Solichin, Akhlak dan Tasawuf, hlm.
172.
[30] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, hlm. 205.
[31] Moch. Misbachul Munir, Akhlak Tasawuf, hlm. 266.
[32] Moch. Misbachul Munir, Akhlak Tasawuf (Surabaya, UIN Sunan Ampel Press, 2014),
hlm. 264-265.
[33] Ibid. hlm. 266.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar