Sabtu, 09 Desember 2017

Makalah Sejarah Muncul dan Berkembangnya Tasawuf



SEJARAH MUNCUL DAN BERKEMBANGNYA TASAWUF
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak Tasawuf
yang diampu oleh BapakMoch. Cholid Wardi, M.HI.
Oleh :
IQOMATUL FITRIYAH                  (20170703022090)
LAFIFATUR ROHMAH                  (20170703022107)
NURCAHYA FEBRIYANTI .S       (20170703022158)
OKTAVIA DEVA SUKMAWATI   (20170703022165)
SITTI MUTMAINNAH                     (20170703022202)




PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT., atas curahan nikmat dan limpahan rahmat-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Sejarah Muncul dan Berkembangnya Tasawuf” ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.HI.
Terima kasih yang seluas-luasnya saya haturkan kepada rekan-rekan serta berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah  ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, Penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah Penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi Penulis sendiri maupun orang yang membacanya.

Pamekasan, 26 September 2017

Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI ..............................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.    Latar Belakang Penulisan Makalah........................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan Makalah........................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2
A.    Sejarah Munculnya Tasawuf..................................................... 2
B.     Tasawuf Abad Pertama dan Kedua.......................................... 3
C.     Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat........................................ 5
D.    Tasawuf Abad Kelima.............................................................. 7
E.     Tasawuf Abad Keenam, Ketujuh dan Kedepalan ...................  7
F.      Tasawuf Abad Kesembilan, Kesepuluhdan Sesudahnya .........  7
BAB III PENUTUP ...................................................................................  8
A.    Kesimpulan ..............................................................................  8
B.     Saran ........................................................................................  8
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................  9


 


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Penulisan Makalah
Kehidupan sufi sudah terdapat pada diri nabi Muhammad SAW. Bahkan sebelum diangkat menjadi rasul pun beliau sudah sering melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di gua Hiro’ sampai beliau menerima wahyu pertama.
Perkataan tasawuf atau sufi belum dikenal pada zaman nabi ataupun zaman sahabat-sahabatnya. Tetapi perkataan dan perbuatan yang dikerjakannya sudah mencerminkan kehidupan sufi.
Menurut catatan sejarah, sahabat yang pertama kali memfilsafatkan ibadah dan menjadikan ibadah secara satu “thariqah” yang khusus adalah Khudzaifah bin Al-Yamani dan dialah yang pertama kali mendirikan madrasah tasawuf tetapi belum terkenal dengan nama “tasawuf”.
Imam sufi yang pertama dalam agama islam adalah Al-Hasan Al-Bashry. Dialah seorang murid pertama dari Khudzaifah bin Al-Yamani. Sedangkan tokoh sufi dari kalangan ahlul bait adalah Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Ja’far As-Shodiq.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah munculnya tasawuf ?
2.         Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua ?
3.         Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan keempat ?
4.         Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad kelima ?
5.         Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan ?
6.         Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya ?

C.      Tujuan Penulisan Makalah
1.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui sejarah munculnya tasawuf
2.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua
3.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan keempat
4.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tasawuf pada abad kelima
5.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tasawuf pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan
6.         Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tasawuf pada abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Munculnya Tasawuf
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf sesungguhnya sama saja dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri. Mengingat keberadaan tasawuf adalah sama dengan keberadaan agama Islam. Pada hakikatnya agama islam itu ajarannya hampir bisa dikaitkan bercorak tasawuf.
Kehidupan tasawuf mulai tumbuh dan berkembang sejak zaman nabi Muhammad SAW.,[1] sebab misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan keyakinan/keimanan (aqidah), ibadah dan akhlak.[2] Bahkan sebelum beliau diangkat secara resmi oleh Allah SWT. Sebagai rasul-Nya, kehidupan beliau sudah mencerminkan ciri-ciri dan perilaku kehidupan shufi, yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana, disamping menghabiskan waktunya dalam beribadat dan bertaqarrub pada tuhannya.[3]
Akhlak sebagai bagian ajaran Rasulullah SAW., ditanamkan kepada seluruh sahabat beliau melalui pengajaran dan pembinaan yang disertai  dengan contoh dari beliau. Pengajaran dan pembinaan dilalukan melalui internalisasi nilai-nilai dan ajaran al-Qur’an serta al-Hadits.[4]
Dari ayat-ayat al-Qur’an itulah, Rasulullah SAW. mengajarkan tasawuf kepada umatnya. Di penjelasan ayat-ayat al-Qur’an itulah beliau menuntun akhlak para sahabatnya baik dengan perkataan maupun perbuatan beliau. Penanaman akhlak pada masa Rasulullah SAW. meliputi berbagai dimensi kehidupan yang lebih memfokuskan kepada keteguhan dan kebasaran umat islam untuk menghadapi tekanan dan himpitan oleh kaum kafir Quraisy.Pada saat Rasulullah SAW. berada di Madinah, pembinaan akhlak lebih ditekankan pada aspek kemasyarakatan.[5]
Pembinaan masa ini lebih mengarah pada pola interaksi umat islam kepada sesama muslim dan kepada kaum non muslim (Yahudi dan Nasrani).Ajaran tasawuf pada masa ini meliputi kasih sayang, saling menghargai dan menghormati, menolong, berbuat baik kepada orang tua, solidaritas antar sesama dan lain-lain. Ajaran-ajaran inilah yang dilandasi atas cinta kasih antar mereka sehingga tercipta persaudaraan sesama umat Islam.[6]

B.       Tasawuf Abad Pertama dan Kedua
1.    Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat
Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai Mahaguru bagi pendatang dari luar kota Madinah yang tertarik pada kehidupan sufi antara lain:

a.         Abu Bakar As-Siddiq (w.13 H)
Abu Bakar As-Siddiq adalah saudagar yang kaya-raya ketika masih berada di Mekah. Tetapi ketika ia hijrah ke Madinah, harta kekayaannya telahhabis disumbangkan untuk kepentingan tegaknya agama Allah SWT. sehingga ia dan keluarganya mengalami kemiskinan dalam hidupnya.[7]
Diceritakan bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia berkata, “Jika seorang hamba begitu dipesona oleh hiasan dunia, Allah SWT. membencinya sampai sampai meninggalkan hiasan itu. Sehingga beliau memilih taqwa sebagai “pakaiannya”. Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan ibadah dan zikir.[8]

b.        Umar bin Khattab (w.23 H)
Umar bin Khattab termasuk orang yang tinggi kasih sayangnya terhadap sesama manusia. Ketika menjadi khalifah, ia selalau mengadakan pengamatan langsung terhadap keadaan rakyatnya.[9]

c.         Utsman bin Affan (w.35 H)
Meskipun ia diberikan kelapangan rizki oleh Allah SWT., namun ia selalu ingin hidup sederhana. Harta kekayannya yang berlimpah, selau dijadikan sarana untuk menolong orang-orang miskin, hal ini tergambar pada dirinya bahwa ia termasuk sufi karena beliau tidak tertarik kepada kekayaan atau kesenangan duniawi.[10]

d.        Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)

Beliau juga termasuk orang yang senang hidup sederhana. Diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya: “Mengapa khalifah senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “Aku senang memakainya agar menjadi teladan kepada orang banyak, sehingga mereka mengerti bahwa hidup sederhana merupakan sikap yang mulia. Maka sikap dan pernyataan inilah yang menandakan diri beliau sebagai seorang sufi.[11]

e.         Salman Al-Farisy (w. 32 H)

Di kalangan ahli tasawuf, Salman Al-Farisy dikenal sebagai seorang sahabat yang suka hidup keras (menderita) dan zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl as-suffah (penganut tasawuf) dan pendiri tasawuf yang dikaruniai ilmu laduni (ilmu yang dianugerahkan Allah SWT. kepada orang-orang tertentu secara langsung, tanpa melalui proses belajar mengajar). Dikatakan juga bahwa ia adalah orangpertama yang melontarkan ide tentang khilafah (wakil guru Sufi) dan nur muhammad. Ia melontakan pemikiran itu kepada Sa’sa’ah bin Suhan, yang kemudian menegaskan bahwa khilafah pertama adalah Muhammad SAW. lalu Ali.[12]

f.          Abu Dzar Al-Ghifary (w. 22 H)
Ia adalah seorang sufi yang selalu mengamalkan ajaran zuhud yang telah dirintis oleh Abu Bakar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup miskin dan tidak pernah merasa menderita apabila ditimpa cobaan. Bahkan, ia sangat senang menerima berbagai macam cobaan dari Allah SWT. karena menganggap bahwa cobaan itu merupakan perhatian tuhan kepadanya. Oleh karena itu, setiap kali merasa dicoba oleh Allah SWT., ia mengucapkan kalimat syukur dan tahmid.[13]

2.    Perkembangan Tasawuf pada Masa Tabi’in
Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Mereka antara lain:

a.         Al-Hasan Al-Bashry (22-110 H)
Ia mendapatkan ajaran tasawuf dari Hudzaifah bin Al-Yaman, sehingga ajaran itu mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Maka ia dikenal sebagai ulama sufi yang sangat dalam ilmunya tentang rahasia-rahasia yang terkandung dalam ajaran Islam, dan sangat menguasai ilmu batin.Dalam mengamalkan ajaran zuhud, ia berpendapat bahwa kita harus lebih dahulu memperkuat perasaan tawakal kepada Allah, khauf (takut) terhadap siksaan-Nya dan raja’ (mengharapkan) karunia-Nya. Kemudian kita harus meninggalkan kenikmatan dunia, karena hal itu merupakan hijab (penghalang) dari keridhaan Allah SWT.[14]

b.        Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H)
Ia dikenal sebagai ulama sufi wanita yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Rabi’ah menganut ajaran zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb (cinta) dan syauq (rindu) kepada Allah SWT.[15]

c.         Sufyan bin Said Ats-Tsaury  (97-161 H)
Sufyan Ats-Tsaury selama hidupnya diisi dengan pengabdian secara tasawuf, dan aktif mengajarkan ilmu yang ada padanya. Ia pun selalu menyerukan kepada sesama ulama, agar menjauhkan dirinya dari godaan dunia yang sering membawa manusia lupa mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.[16]

d.        Daud Ath-Thaiy (w. 165 H)
Semula ia belajar Fiqh pada Imam Abu Hanifah, kemudia tertarik mempelajari Ilmu Tasawuf, sampai dikenal sebagai ulama sufi yang senang uzlah (menyepi) di tempat yang sunyi. Ia melakukan zuhud dengan cara mengurangi makannya, serta menjauhkan dirinya dari pakaian uang bagus.[17]

Ciri lain yang terdapat pada perkembangan tasawuf di abad pertama dan kedua Hijriyah, adalah kemurniannya dibandingkan dengan kemurnian tasawuf di abad-abad sesudahnya. Karena pada abad sesudahnya, ajaran tasawuf sudah mulai ternodai oleh ajaran falsafat beserta tradisi agama dan kepercayaan yang di anut oleh manusia sebelum Islam.[18]

C.      Tasawuf Abad Ketiga dan Keempat
1.    Perkembangan Tasawuf pada Abad ketiga
Pada abad ini para sufi cenderung memperbincangkan konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal, misalnya tentang moral, jiwa, tingkah laku, pembatasan arah yang harus ditempuh seorang penempuh jalan menuju Allah SWT. yang dikenal dengan istilah maqam (tingkatan) dan hal (keadaan), makrifat dan metode-metodenya, tauhid, fana’, dan hulul (penyatuan).
Dapat dikatakan bahwa abad ketiga adalah abad awal mula tersusunnya ilmu tasawuf dalam arti yang luas. Selan itu, karakteristik tasawuf mulai tampak jelas. Kondisi ini berlangsung sampai abad keempat, sehingga tasawuf pada kedua abad ini bisa dipandang sebagai tasawuf yang perkembangannya telah mencapai kesempurnaan. Tokoh-tokoh sufi yang terkenal pada abad ini, antara lain:[19]

a.         Abu Sulaiman Ad-Darani (w. 215 H)
Dia adalah murid Ma’ruf dan merupakan tokoh Sufi terkemuka, seorang ‘arif dan hidupnya sangat wara’. Hidup kerohaniannya penuh diliputi dengan kebersihan jiwa dan kesucian pribadi. Pandangannya dalam tasawuf mengandung makna dan ‘ibrah yang menjadi panutan bagi penganut ajaran tasawuf selanjutnya. Dalam sejarahnya, ia dikenal sebagai salah seorang sufi yang banyak membahas ma’rifat dan hakikat.[20]

b.        Ahmad bin Al-Hawary (w. 230 H)
Ia dilahirkan di Damaskus dan dikenal oleh penduduk negeri Syam (Siria) sebagai ahli psikologi dan ilmu akhlaq. Ia merupakan salah seorang murid Sufyan bin Uyainah dan sahabat dekat Abu Sulaiman Ad-Darani. Ketika salah seorang bertanya kepadanya tentang ilmu akhlaq dengan cara yang sopan, ia menguraikan keterangan, yang didahului dengan perkataan, “Perbuatan ini tidak (dapat dikatakan baik), sampai tampak kebaikan akhlaqmu.[21]

c.         Dzun An-Nun Al-Misri  (155–245 H)
Dialah yang dianggap oleh orang-orang Mesir sebagai seorang Sufi yang pertama-tama yang memperkenalkan istilah maqam (tingkatan kejiwaan) dalam ilmu tasawuf. Ajaran tasawuf yang dianutnya cenderung bercorak filsafat kimia, sehingga ia pernah dituduh oleh fuqaha Mesir sebagai orang zindiq. Ia pun sangat mrnghargai ilmu yang bersumber dari filsafat karena menganggap bahwa hal itu sesuai dengan hati nurani dan akal yang sehat.[22]

2.    Perkembangan Tasawuf pada Abad keempat
Pada abad ini, kemajuan ilmu tasawuf lebih pesat dibandingkan dengan abad ketiga, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Sehinga kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaing oleh kota-kota besar lainnya.
Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf diluar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf, antara lain :
a.         Musa Al-Anshary, mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan dan wafat disana tahun 320 H.
b.         Abu hamid bin Muhammad Ar-Rubazy, mengajarkannya disalah satu kota di Mesir, dan wafat disana tahun 322 H.
c.         Abu Zaid Al-Adamy mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, dan wafat disana tahun 314 H.
d.        Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahhab As-Saqafy, mengajarkannya di Naisabur dan kota Syaraz, hingga ia wafat disana tahun 328 H.[23]

D.      Tasawuf Abad Kelima
Disamping adanya pertentangan yang ditemukan antara ulama sufi dengan ulama fiqih, maka abad kelima ini, keadaan semakin rawan ketika berkembangnya mazhab yang hendak mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib.[24]

E.       Tasawuf Abad Keenam, ketujuh dan Kedepalan
Perkembangan tasawuf pada abad keenam ini, banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh dalam perkembangan tasawuf, antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy wafat tahun 587 H. Ia awalnya belajar filsafat dan ushul fiqh pada Asy-Syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily di Aleppo. Bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.[25]

F.       Tasawuf Abad Kesembilan, Kesepuluh dan Sesudahnya
Disini tasawuf sangat sunyi dalam Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam, ketujuh, kedelapan hijriyah. Faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di dunia islam, yaitu :
1.         Karena memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan dikalangan masyarakat islam, sebab banyak diantara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenarnya.
2.         Karena ketika itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama Nasrani sudah menguasai seluruh negeri islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.[26]

BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sejarah muncul dan perkembangan tasawuf dalam Islam dimulai pada akhir abad kedua atau ada yang mengatakan pada awal abad ketiga hijriyah pada zaman nabi. Secara garis besar, perkembangan tasawuf ini sangat dupengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan keadaan sosial politik umat Islam saat itu.
Sejarah munculnya tasawuf terdiri dari beberapa fase yaitu:
1.    Pada abad pertama dan kedua hijriyah
2.    Pada abad ketiga dan keempat hijriyah
3.    Pada abad kelima hijriyah
4.    Pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan hijriyah
5.    Pada abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya.
Sebenarnya tidak perlu ada pertentangan pada ajaran tasawuf yang tidak sepenuhnya ada dalam ajaran Islam. Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menjadikan syariat Islam sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.

B.       Saran
Demikian makalah sejarah muncul dan berkembangnya tasawuf yang kami susun. Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dalam makalah yang kami susun. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupu.










DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihun. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Mustofa, A. Akhlak Tasawuf.Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Nasution, Ahmad Bangun, dan Riyani Hanum Siregar. Akhlak tasawuf. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Senali, Moh Saifullah Al Aziz. Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf. Surabaya: Terbit Terang, 1998.
Solichin, Mohammad Muchlis. Akhlak & Tasawuf Dalam Wacana Kontemporer. Surabaya: Pena Salsabila, 2013.




[1]Moh Syaifullah Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), hlm. 49.
[2] Mohammad Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 124.
[3] Moh Syaifullah Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang, 1998), hlm. 49.
[4] Mohammad Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 124.
[5] Ibid. hlm. 125.
[6] Ibid. hlm. 125-126.
[7]A. Mustofa,Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 209.
[8] Rosihun Anwar, Akhlak tasawu,f, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 166.
[9]Ibid.
[10]A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 210.
[11] Ibid.
[12]Rosihun Anwar, Akhlak tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 168.
[13]Ibid. hlm. 169.
[14]A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 214.
[15] Ibid. hlm. 216.
[16] Ibid.
[17] Ibid. hlm. 217-218.                                                                               
[18] Ibid. hlm. 219.                                                                                                          
[19] Rosihun Anwar, Akhlak tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 177-178.
[20]Ibid. hlm.178.
[21] Ibid. hlm.179.
[22] Ibid.
[23] Ibid. hlm 181-182.
[24]Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PTRajaGrafindo Persada, 2015), hlm.23.
[25] Ibid.
[26] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar