SEJARAH MUNCUL
DAN BERKEMBANGNYA TASAWUF
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak Tasawuf
yang diampu oleh BapakMoch. Cholid Wardi, M.HI.
Oleh :
IQOMATUL FITRIYAH (20170703022090)
LAFIFATUR ROHMAH (20170703022107)
NURCAHYA FEBRIYANTI .S (20170703022158)
OKTAVIA DEVA SUKMAWATI (20170703022165)
SITTI MUTMAINNAH (20170703022202)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
Alhamdulillah, puji syukur
kehadirat Allah SWT., atas curahan nikmat dan limpahan rahmat-Nyalah, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Sejarah Muncul dan Berkembangnya Tasawuf” ini sebagai salah
satu syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.HI.
Terima kasih yang
seluas-luasnya saya haturkan kepada rekan-rekan serta berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, Penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah Penulis buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana
ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi Penulis sendiri maupun orang
yang membacanya.
Pamekasan, 26 September
2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A.
Latar Belakang
Penulisan Makalah...........................................
1
B.
Rumusan Masalah..................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan Makalah........................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................
2
A.
Sejarah
Munculnya Tasawuf.....................................................
2
B.
Tasawuf
Abad Pertama dan Kedua..........................................
3
C.
Tasawuf
Abad Ketiga dan Keempat........................................
5
D.
Tasawuf
Abad Kelima..............................................................
7
E.
Tasawuf
Abad Keenam, Ketujuh dan Kedepalan ................... 7
F.
Tasawuf
Abad Kesembilan, Kesepuluhdan Sesudahnya ......... 7
BAB
III PENUTUP ................................................................................... 8
A.
Kesimpulan
.............................................................................. 8
B.
Saran
........................................................................................ 8
DAFTAR
RUJUKAN ................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan Makalah
Kehidupan sufi sudah terdapat pada diri nabi Muhammad SAW. Bahkan
sebelum diangkat menjadi rasul pun beliau sudah sering melakukan kegiatan sufi
dengan melakukan uzlah di gua Hiro’ sampai beliau menerima wahyu
pertama.
Perkataan tasawuf atau sufi belum dikenal pada zaman nabi ataupun
zaman sahabat-sahabatnya. Tetapi perkataan dan perbuatan
yang dikerjakannya sudah mencerminkan kehidupan sufi.
Menurut catatan sejarah, sahabat yang pertama kali memfilsafatkan
ibadah dan menjadikan ibadah secara satu “thariqah” yang khusus adalah
Khudzaifah bin Al-Yamani dan dialah yang pertama kali mendirikan madrasah
tasawuf tetapi belum terkenal dengan nama “tasawuf”.
Imam sufi yang pertama dalam agama islam adalah Al-Hasan Al-Bashry. Dialah seorang
murid pertama dari Khudzaifah bin Al-Yamani. Sedangkan tokoh sufi dari kalangan
ahlul bait adalah Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dan Ja’far
As-Shodiq.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah munculnya tasawuf ?
2.
Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad
pertama dan kedua ?
3.
Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad
ketiga dan keempat ?
4.
Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad
kelima ?
5.
Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad
keenam, ketujuh dan kedelapan ?
6.
Bagaimana perkembangan tasawuf pada abad
kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya ?
C. Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
sejarah munculnya tasawuf
2.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan tasawuf pada abad pertama dan kedua
3.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan tasawuf pada abad ketiga dan keempat
4.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan tasawuf pada abad kelima
5.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan tasawuf pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan
6.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui perkembangan tasawuf pada abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Munculnya Tasawuf
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan tasawuf sesungguhnya sama saja
dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri. Mengingat keberadaan
tasawuf adalah sama dengan keberadaan agama Islam. Pada hakikatnya agama islam
itu ajarannya hampir bisa dikaitkan bercorak tasawuf.
Kehidupan tasawuf mulai tumbuh dan berkembang sejak zaman nabi
Muhammad SAW.,[1] sebab
misi kerasulannya meliputi ajaran-ajaran yang berkaitan dengan
keyakinan/keimanan (aqidah), ibadah dan akhlak.[2]
Bahkan sebelum beliau diangkat secara resmi oleh Allah SWT. Sebagai rasul-Nya,
kehidupan beliau sudah mencerminkan ciri-ciri dan perilaku kehidupan shufi,
yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari beliau yang sangat sederhana,
disamping menghabiskan waktunya dalam beribadat dan bertaqarrub pada tuhannya.[3]
Akhlak sebagai bagian ajaran Rasulullah SAW., ditanamkan kepada
seluruh sahabat beliau melalui pengajaran dan pembinaan yang disertai dengan contoh dari beliau. Pengajaran dan
pembinaan dilalukan melalui internalisasi nilai-nilai dan ajaran al-Qur’an
serta al-Hadits.[4]
Dari ayat-ayat al-Qur’an itulah, Rasulullah SAW. mengajarkan
tasawuf kepada umatnya. Di penjelasan ayat-ayat al-Qur’an itulah beliau
menuntun akhlak para sahabatnya baik dengan perkataan maupun perbuatan beliau.
Penanaman akhlak pada masa Rasulullah SAW. meliputi berbagai dimensi kehidupan
yang lebih memfokuskan kepada keteguhan dan kebasaran umat islam untuk
menghadapi tekanan dan himpitan oleh kaum kafir Quraisy.Pada saat Rasulullah
SAW. berada di Madinah, pembinaan akhlak lebih ditekankan pada aspek
kemasyarakatan.[5]
Pembinaan masa ini lebih mengarah pada pola interaksi umat islam
kepada sesama muslim dan kepada kaum non muslim (Yahudi dan Nasrani).Ajaran
tasawuf pada masa ini meliputi kasih sayang, saling menghargai dan menghormati,
menolong, berbuat baik kepada orang tua, solidaritas antar sesama dan
lain-lain. Ajaran-ajaran inilah yang dilandasi atas cinta kasih antar mereka
sehingga tercipta persaudaraan sesama umat Islam.[6]
B.
Tasawuf
Abad Pertama dan Kedua
1.
Perkembangan
Tasawuf pada Masa Sahabat
Beberapa sahabat yang tergolong sufi di abad pertama, dan berfungsi
sebagai Mahaguru bagi pendatang dari luar kota Madinah yang tertarik pada
kehidupan sufi antara lain:
a.
Abu
Bakar As-Siddiq (w.13 H)
Abu Bakar As-Siddiq adalah saudagar yang kaya-raya ketika masih
berada di Mekah. Tetapi ketika ia hijrah ke Madinah, harta kekayaannya telahhabis
disumbangkan untuk kepentingan tegaknya agama Allah SWT. sehingga ia dan
keluarganya mengalami kemiskinan dalam hidupnya.[7]
Diceritakan bahwa Abu Bakar hanya memiliki sehelai pakaian. Ia
berkata, “Jika seorang hamba begitu dipesona oleh hiasan dunia, Allah SWT.
membencinya sampai sampai meninggalkan hiasan itu. Sehingga beliau memilih
taqwa sebagai “pakaiannya”. Ia menghiasi dirinya dengan sifat-sifat rendah
hati, santun, sabar, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan
ibadah dan zikir.[8]
b.
Umar
bin Khattab (w.23 H)
Umar bin Khattab termasuk orang yang tinggi kasih sayangnya
terhadap sesama manusia. Ketika menjadi khalifah, ia selalau mengadakan
pengamatan langsung terhadap keadaan rakyatnya.[9]
c.
Utsman
bin Affan (w.35 H)
Meskipun ia diberikan kelapangan rizki oleh Allah SWT., namun ia
selalu ingin hidup sederhana. Harta kekayannya yang berlimpah, selau dijadikan
sarana untuk menolong orang-orang miskin, hal ini tergambar pada dirinya bahwa
ia termasuk sufi karena beliau tidak tertarik kepada kekayaan atau kesenangan
duniawi.[10]
d.
Ali
bin Abi Thalib (w. 40 H)
Beliau juga termasuk orang yang senang hidup sederhana.
Diriwayatkan bahwa ketika sahabat lain berkata kepadanya: “Mengapa khalifah
senang memakai baju itu, padahal sudah robek-robek?” Ali menjawab “Aku senang
memakainya agar menjadi teladan kepada orang banyak, sehingga mereka mengerti
bahwa hidup sederhana merupakan sikap yang mulia. Maka sikap dan pernyataan
inilah yang menandakan diri beliau sebagai seorang sufi.[11]
e.
Salman
Al-Farisy (w. 32 H)
Di kalangan ahli tasawuf, Salman Al-Farisy dikenal sebagai seorang
sahabat yang suka hidup keras (menderita) dan zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl
as-suffah (penganut tasawuf) dan pendiri tasawuf yang dikaruniai ilmu laduni
(ilmu yang dianugerahkan Allah SWT. kepada orang-orang tertentu secara
langsung, tanpa melalui proses belajar mengajar). Dikatakan juga bahwa ia
adalah orangpertama yang melontarkan ide tentang khilafah (wakil guru Sufi) dan
nur muhammad. Ia melontakan pemikiran itu kepada Sa’sa’ah bin Suhan,
yang kemudian menegaskan bahwa khilafah pertama adalah Muhammad SAW.
lalu Ali.[12]
f.
Abu
Dzar Al-Ghifary (w. 22 H)
Ia adalah seorang sufi yang selalu mengamalkan ajaran zuhud yang
telah dirintis oleh Abu Bakar dan Umar. Ia lebih senang memilih cara hidup
miskin dan tidak pernah merasa menderita apabila ditimpa cobaan. Bahkan, ia
sangat senang menerima berbagai macam cobaan dari Allah SWT. karena menganggap
bahwa cobaan itu merupakan perhatian tuhan kepadanya. Oleh karena itu, setiap
kali merasa dicoba oleh Allah SWT., ia mengucapkan kalimat syukur dan tahmid.[13]
2.
Perkembangan
Tasawuf pada Masa Tabi’in
Ulama-ulama sufi dari kalangan tabi’in,
adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat. Mereka antara lain:
a.
Al-Hasan Al-Bashry (22-110 H)
Ia mendapatkan ajaran tasawuf dari
Hudzaifah bin Al-Yaman, sehingga ajaran itu mempengaruhi sikap dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari. Maka ia dikenal sebagai ulama sufi yang sangat
dalam ilmunya tentang rahasia-rahasia yang terkandung dalam ajaran Islam, dan
sangat menguasai ilmu batin.Dalam mengamalkan ajaran zuhud, ia berpendapat
bahwa kita harus lebih dahulu memperkuat perasaan tawakal kepada
Allah, khauf (takut) terhadap siksaan-Nya dan raja’ (mengharapkan) karunia-Nya. Kemudian
kita harus meninggalkan kenikmatan dunia, karena hal itu merupakan hijab
(penghalang) dari keridhaan Allah SWT.[14]
b.
Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H)
Ia dikenal sebagai ulama sufi wanita
yang mempunyai banyak murid dari kalangan wanita pula. Rabi’ah menganut ajaran
zuhud dengan menonjolkan falsafah hubb (cinta)
dan syauq (rindu) kepada Allah SWT.[15]
c.
Sufyan bin Said Ats-Tsaury (97-161 H)
Sufyan Ats-Tsaury selama hidupnya diisi
dengan pengabdian secara tasawuf, dan aktif mengajarkan ilmu yang ada padanya.
Ia pun selalu menyerukan kepada sesama ulama, agar menjauhkan dirinya dari
godaan dunia yang sering membawa manusia lupa mengabdikan dirinya kepada Allah
SWT.[16]
d.
Daud Ath-Thaiy (w. 165 H)
Semula ia belajar Fiqh pada Imam Abu
Hanifah, kemudia tertarik mempelajari Ilmu Tasawuf, sampai dikenal sebagai
ulama sufi yang senang uzlah
(menyepi) di tempat yang sunyi. Ia melakukan zuhud dengan cara mengurangi
makannya, serta menjauhkan dirinya dari pakaian uang bagus.[17]
Ciri lain yang terdapat pada
perkembangan tasawuf di abad pertama dan kedua Hijriyah, adalah kemurniannya
dibandingkan dengan kemurnian tasawuf di abad-abad sesudahnya. Karena pada abad
sesudahnya, ajaran tasawuf sudah mulai ternodai oleh ajaran falsafat beserta
tradisi agama dan kepercayaan yang di anut oleh manusia sebelum Islam.[18]
C.
Tasawuf
Abad Ketiga dan Keempat
1.
Perkembangan
Tasawuf pada Abad ketiga
Pada abad ini para sufi cenderung
memperbincangkan konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal, misalnya tentang
moral, jiwa, tingkah laku, pembatasan arah yang harus ditempuh seorang penempuh
jalan menuju Allah SWT. yang dikenal dengan istilah maqam (tingkatan)
dan hal (keadaan), makrifat dan
metode-metodenya, tauhid, fana’, dan hulul
(penyatuan).
Dapat dikatakan bahwa abad ketiga adalah
abad awal mula tersusunnya ilmu tasawuf dalam arti yang luas. Selan itu,
karakteristik tasawuf mulai tampak jelas. Kondisi ini berlangsung sampai abad
keempat, sehingga tasawuf pada kedua abad ini bisa dipandang sebagai tasawuf
yang perkembangannya telah mencapai kesempurnaan. Tokoh-tokoh sufi yang
terkenal pada abad ini, antara lain:[19]
a.
Abu Sulaiman Ad-Darani (w. 215 H)
Dia adalah murid Ma’ruf dan merupakan
tokoh Sufi terkemuka, seorang ‘arif dan
hidupnya sangat wara’. Hidup kerohaniannya penuh diliputi
dengan kebersihan jiwa dan kesucian pribadi. Pandangannya dalam tasawuf
mengandung makna dan ‘ibrah yang
menjadi panutan bagi penganut ajaran tasawuf selanjutnya. Dalam sejarahnya, ia
dikenal sebagai salah seorang sufi yang banyak membahas ma’rifat dan hakikat.[20]
b.
Ahmad bin Al-Hawary (w. 230 H)
Ia dilahirkan di Damaskus dan dikenal
oleh penduduk negeri Syam (Siria) sebagai ahli psikologi dan ilmu akhlaq. Ia
merupakan salah seorang murid Sufyan bin Uyainah dan sahabat dekat Abu Sulaiman
Ad-Darani. Ketika salah seorang bertanya kepadanya tentang ilmu akhlaq dengan
cara yang sopan, ia menguraikan keterangan, yang didahului dengan perkataan,
“Perbuatan ini tidak (dapat dikatakan baik), sampai tampak kebaikan akhlaqmu.[21]
c.
Dzun An-Nun Al-Misri (155–245 H)
Dialah yang dianggap oleh orang-orang
Mesir sebagai seorang Sufi yang pertama-tama yang memperkenalkan istilah maqam
(tingkatan kejiwaan) dalam ilmu tasawuf. Ajaran tasawuf yang dianutnya
cenderung bercorak filsafat kimia, sehingga ia pernah dituduh oleh fuqaha Mesir
sebagai orang zindiq. Ia pun sangat mrnghargai ilmu yang
bersumber dari filsafat karena menganggap bahwa hal itu sesuai dengan hati
nurani dan akal yang sehat.[22]
2.
Perkembangan
Tasawuf pada Abad keempat
Pada abad ini, kemajuan ilmu tasawuf lebih pesat dibandingkan
dengan abad ketiga, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk
mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Sehinga kota Baghdad yang hanya
satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling
besar sebelum masa itu, tersaing oleh kota-kota besar lainnya.
Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf diluar kota Baghdad,
dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf, antara lain :
a.
Musa
Al-Anshary, mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan dan wafat disana tahun 320 H.
b.
Abu hamid bin
Muhammad Ar-Rubazy, mengajarkannya disalah satu kota di Mesir, dan wafat disana
tahun 322 H.
c.
Abu Zaid
Al-Adamy mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, dan wafat disana tahun 314 H.
d.
Abu Ali
Muhammad bin Abdil Wahhab As-Saqafy, mengajarkannya di Naisabur dan kota
Syaraz, hingga ia wafat disana tahun 328 H.[23]
D.
Tasawuf
Abad Kelima
Disamping adanya pertentangan yang
ditemukan antara ulama sufi dengan ulama fiqih, maka abad kelima ini, keadaan
semakin rawan ketika berkembangnya mazhab yang hendak mengembalikan kekuasaan
pemerintahan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib.[24]
E.
Tasawuf
Abad Keenam, ketujuh dan Kedepalan
Perkembangan tasawuf pada abad
keenam ini, banyak ulama tasawuf yang sangat berpengaruh dalam perkembangan
tasawuf, antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy wafat tahun 587 H. Ia
awalnya belajar filsafat dan ushul fiqh pada Asy-Syekh Al-Iman Majdudin Al-Jily
di Aleppo. Bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di
negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.[25]
F.
Tasawuf
Abad Kesembilan, Kesepuluh dan Sesudahnya
Disini tasawuf sangat sunyi dalam
Islam, berarti nasibnya lebih buruk lagi dari keadaannya pada abad keenam,
ketujuh, kedelapan hijriyah. Faktor yang menonjol menyebabkan runtuhnya ajaran
tasawuf di dunia islam, yaitu :
1.
Karena memang
ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan dikalangan masyarakat islam, sebab
banyak diantara mereka yang terlalu menyimpang di ajaran Islam yang sebenarnya.
2.
Karena ketika
itu, penjajah bangsa Eropa yang beragama Nasrani sudah menguasai seluruh negeri
islam. Tentu paham-paham selalu dibawa dan digunakan untuk menghancurkan ajaran
tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.[26]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sejarah muncul dan
perkembangan tasawuf dalam Islam dimulai pada akhir abad kedua atau ada yang
mengatakan pada awal abad ketiga hijriyah pada zaman nabi. Secara garis besar,
perkembangan tasawuf ini sangat dupengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan keadaan sosial politik umat Islam saat itu.
Sejarah munculnya tasawuf terdiri dari beberapa fase yaitu:
1.
Pada
abad pertama dan kedua hijriyah
2.
Pada
abad ketiga dan keempat hijriyah
3.
Pada
abad kelima hijriyah
4.
Pada
abad keenam, ketujuh dan kedelapan hijriyah
5.
Pada
abad kesembilan, kesepuluh dan sesudahnya.
Sebenarnya tidak perlu ada pertentangan pada ajaran tasawuf yang
tidak sepenuhnya ada dalam ajaran Islam. Hal yang penting adalah bagaimana kita
bisa selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan menjadikan
syariat Islam sebagai pedoman untuk mencapai hakikat.
B.
Saran
Demikian makalah sejarah muncul dan berkembangnya tasawuf yang kami
susun. Kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dalam makalah yang kami
susun. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca maupu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihun. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia,
2010.
Mustofa, A. Akhlak Tasawuf.Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Nasution, Ahmad Bangun, dan Riyani Hanum Siregar. Akhlak tasawuf.
Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2015.
Senali, Moh Saifullah Al Aziz. Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf.
Surabaya: Terbit Terang, 1998.
Solichin, Mohammad Muchlis. Akhlak & Tasawuf Dalam Wacana
Kontemporer. Surabaya: Pena Salsabila, 2013.
[1]Moh Syaifullah
Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang,
1998), hlm. 49.
[2] Mohammad
Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm.
124.
[3] Moh Syaifullah
Al-Aziz S., Risalah Memahami Akhlak Tashawwuf, (Surabaya: Terbit Terang,
1998), hlm. 49.
[4] Mohammad
Muchlis Sholihin, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm.
124.
[5] Ibid. hlm.
125.
[6] Ibid. hlm. 125-126.
[7]A. Mustofa,Akhlak
Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 209.
[8] Rosihun Anwar,
Akhlak tasawu,f, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 166.
[9]Ibid.
[10]A. Mustofa, Akhlak
Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 210.
[11] Ibid.
[12]Rosihun Anwar, Akhlak
tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 168.
[13]Ibid. hlm. 169.
[14]A. Mustofa, Akhlak
Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 214.
[15] Ibid. hlm.
216.
[16] Ibid.
[17] Ibid. hlm.
217-218.
[18] Ibid. hlm.
219.
[19] Rosihun Anwar,
Akhlak tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 177-178.
[20]Ibid. hlm.178.
[21] Ibid. hlm.179.
[22] Ibid.
[23] Ibid. hlm
181-182.
[24]Ahmad Bangun
Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PTRajaGrafindo
Persada, 2015), hlm.23.
[25] Ibid.
[26] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar