Sabtu, 09 Desember 2017

Makalah Taswuf Falsafi: Knsep dan Tokohnya



TASAWUF FALSAFI: KONSEP DAN TOKOHNYA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Yang diampu oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I.

Disusun oleh:
KELOMPOK 7
AGHNESYAH PUTRI NOVALIA                        (NIM: 20170703022010)
FARIDHATUL MUNAWAROH              (NIM: 20170703022058)
INAYATUL MUSTAFIDAH                     (NIM: 20170703022086)
KAMILTUS ZAHROH                               (NIM: 20170703022098)
SAHLATUN MUYESSAROH                  (NIM: 20170703022187)



PRODI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulilah wasyukurilah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal, sehingga kita senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh kepasrahan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada sang pencerah alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga ke alam yang penuh ilmu pengetahuan ini.
Ucapan terimakasih kami haturkan kepada Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I selaku dosen mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kami bantuan baik berupa material maupun spiritual.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk dijadikan pedoman dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Harapan kami semoga makalah “Tasawuf Falsafi: Konsep dan Tokohnya” yang kami susun ini menjadi suatu ilmu yang bermanfaat. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb.
         Pamekasan, 11 November 2017
   Penyusun,
  Kelompok 7


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................... 1
C.     Tujuan Masalah ......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 2
A.    Pengertian Tasawuf Falsafi........................................................ 2
B.     Konsep dan Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi................................ 2

BAB III PENUTUP.............................................................................. 8
A.    Kesimpulan................................................................................. 8
B.     Saran........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 9



      



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang 
Tasawuf falsafi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kajian dan jalan esoteris dalam Islam untuk mengembangkan kesucian bathin yang kaya dengan pandangan-pandangan filosofis. Keberadaan tasawuf bercorak falsafi ini pada satu sisi telah menarik perhatian para ulama yang pada awalnya kurang senang dengan kehadiran filsafat dalam khazanah Islam. Sementara bagi para ulama yang menyenangi kajian-kajian filsafat dan sekaligus menguasainya, tasawuf falsafi bagaikan sungai yang airnya demikian bening dan begitu menggoda untuk direnangi.[1]
Ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf Islam dengan sejumlah ajaran filsafat Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani. Para tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda, sejalan dengan ekspansi Islam ke berbagai wilayah khususnya Eropa.[2]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Tasawuf Falsafi itu?
2.      Siapakah tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi dan bagaimana konsepnya?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian Tasawuf Falsafi.
2.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi dan konsepnya.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tempat yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.[3]
Menurut At-Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq). Tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.[4]
Panteisme adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan sendirinya.[5]
B.     Konsep dan Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi
1.      Ibnu Arabi
a. Biografi Singkat
Nama lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Tha’i Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan.
Setelah berusia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan Islam bagian barat. Diantara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makkiyah yang ditulis pada tahun 1201 M, tatkala ia sedang menunaikan ibadah haji. Karya lainnya adalah Tarjuman Al-Asuywaq yang ditulisnya untuk mengenang kecantikan, ketakwaaan, dan kepintaran seorang gadis cantik dari keluarga sufi dari Persia.[6]
b. Ajaran-ajaran Tasawufnya
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang Wahdat Al-wujud (kesatuan wujud). Menurut Ibnu Taimiyah Wahdhat Al-wujud adalah penyamaan Tuhan dengan alam. Menurutnya orang yang berpaham ini mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki oleh khaliq juga adalah mukmin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk. Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham ini juga mengatakan bahwa wujud alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.[7]
Menurut Ibnu Arabi kata “wujud” tidak diberikan kepada selain Tuhan. Akan tetapi, ia mengatakan bahwa wujud itu hanya kepunyaan Tuhan, sedangkan wujud yang ada pada alam pada hakikatnya adalah wujud Tuhan yang dipinjamkan kepadanya. Untuk memperjelas penjelasannya, Ibnu Arabi memberikan contoh berupa cahaya hanya miliknya matahari, tetapi cahaya itu dipinjamkan kepada para penghuni bumi.[8]
Selanjutnya, Ibnu Arabi menjelaskan hubungan antara Tuhan dan alam. Menurutnya, alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan wujud yang hakiki dan alam itu tidak mempunyai wujud yang sebenarnya. Oleh karena itu, alam ini merupakan tempat tajali dan mazhar (penampakan) Tuhan.[9]
Dari konsep wahdat al-wujud Ibnu Arabi, muncul lagi dua konsep yang sekaligus merupakan lanjutan atau cabang dari konsep Wahdat Al-wujud tersebut, yaitu konsep Al-hakikat Al-muhammadiyah dan konsep Wahdat Al-adyan (kesamaan agama).
Menurut Ibnu Arabi, Tuhan adalah Pencipta alam semesta. Adapun proses penciptanya adalah sebagai berikut:
1)      Tajali dzat Tuhan dalam bentuk A’yan Tsabitah.
2)      Tanazul dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam (Ta’ayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu alam arwah yang mujarrad.
3)      Tanazul pada realitas-realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir.
4)      Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal
5)      Alam materi, yaitu alam indriawi.[10]
    Menurut Ibnu Arabi tahapan-tahapan kejadian proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu Dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada suatu apapun.
2)      Wujud hakikat Muhammadiyah merupakan emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan. Dari sini, kemudian muncul segala yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya sebagaimana yang dikemukakan di atas.
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-adyan (kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyah. Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah SWT. Seorang yang benar-benar arif adalah orang yang menyembah Allah SWT. Dalam setiap bidang kehidupannya.[11]
2.      Al-Jili
a. Biografi Singkat
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada tahun 1365 M di Jilan (Gilan), sebuah propinsi disebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Nama Al-Jili diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari Baghdad.[12] Ia pernah melakukan perjalanan ke India tahun 1387 M, kemudian belajar tasawuf dibawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat qadariyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada Syeikh Syarafuddin Ismail bin Ibrahim Al-Jabarti di Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403 M.[13]
b. Ajaran-ajaran Tasawufnya
Insan Kamil adalah ajaran seorang tokoh sufi Al-Jili.[14] Insan Kamil adalah manusia yang sempurna, yaitu manusia yang dengan potensi ruhaniahnya dapat mencapai suatu derajat (maqam) kemuliaan di sisi Tuhannya.[15]
Sebagai seorang sufi, Al-Jili dengan membawa filsafat insan kamil merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al-Martabah atau jenjang (tingkat). Tingkat tersebut adalah:
1)      Islam
Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun, dalam pemahaman kaum sufi, tidak hanya melakukan kelima pokok itu secara ritual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam.
2)      Iman
Membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar-dasar Islam.
3)      Shalah
Yaitu dengan maqam ini telah menunjukkan bahwa seorang sufi telah mencapai tingkat menyaksikan efek (atsar) dari nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa seakan-akan berada di hadapannya.
4)      Ihsan
Seseorang yang menyembah Allah SWT. seolah-olah melihat-Nya dan jika tidak maka sesungguhnya Allah SWT. melihat.
5)      Syahadah
Dalam maqam ini seorang sufi telah mencapai iradah yang bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya secara terus menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
6)      Shiddiqiyah
Menurut Al-Jili seorang sufi yang telah mencapai derajat shiddiq akan menyaksikan hal-hal yang ghaib, kemudian melihat rahasia-rahasia Tuhan sehingga mengetahui hakikat dirinya.
7)      Qurbah
Maqam ini merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
Satu hal yang kita ketahui bahwa Al-Jili mengatakan: Mengetahui Dzat Yang Maha Tinggi itu secara kasyaf Ilahi, kamu di hadapan-Nya dan Dia di hadapanmu tanpa hulul dan ittihad. Sebab, hamba adalah hamba. Tuhan adalah Tuhan. Oleh karena itu, tidaklah mungkin hamba menjadi Tuhan dan sebaliknya. Dengan pernyataan ini, dapat kita pahami bahwa sungguhpun manusia mampu berhias dengan nama dan sifat Tuhan, ia tetap tidak bisa menyamai sifat dan nama-nama-Nya.[16]
3.      Ibnu Sab’in
a. Biografi Singkat
Nama lengkap Ibnu Sab’in adalah Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr, seorang sufi yang juga filsuf dari Andalusia. Dia terkenal di Eropa karena jawaban-jawabannya atas pernyataan Frederik II, penguasa Sicilia. Dia mempunyai asal usul Arab dan dilahirkan tahun 614 H (1217-1218) di kawasan Murcia. Ibnu Sab’in mempelajari ilmu-ilmu agama dari madzhab Maliki, ilmu-ilmu logika, dan filsafat. Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga bangsawan. Ayahnya adalah penguasa kota kelahirannya. Begitu juga dengan nenek moyangnya.[17] Dia meninggal dunia tahun 669 H.[18]
Ibnu Sab’in meninggalkan karya yang menguraikan tasawufnya secara teoretis maupun praktis. Sebagian karyanya hilang dan sebagian risalahnya telah disunting Abdurrahman Badawi dengan judul Rasail Ibnu Sab’in (1965 M) dan karya yang lainnya: Jawab Shahih Shiqilliyah, telah disunting oleh Syarifuddin Yaltaqiya. Ibnu Sab’in juga banyak menelaah karya-karya filosof-filosof Islam dari dunia Islam bagian timur seperti Alfarobi dan Ibnu Sina, dan filosof bagian barat seperti Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd. Dan dia menguasai kandungan risalah-risalah Ikhwanul Ashafa, dan secara rinci mengetahui aliran teologi khususnya aliran Syi’ariyah.[19]
b. Ajaran-ajaran Tasawufnya
Ibnu Sab’in mengasas sebuah paham dalam tasawuf filosofis yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Kesatuan mutlak ini atau kesatuan murni atau menguasai menurut terminologi Ibnu Sab’inpun hampir tidak mungkin mendeskripsikan kesatuan itu sendiri. Dalam paham ini, Ibnu Sab’in menempatkan ketuhanan pada tempat pertama. Sebab wujud Allah SWT menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru di rujukan pada wujud mutlak yang rohaniah. Dengan demikian, berarti paham ini dalam menafsirkan wujud bercorak spiritual dan bukan material.[20]
Hal yang menarik dari pendapat Ibnu Sab’in bahwa latihan-latihan rohaniah praktis yang bisa mengantar moral luhur, tunduk di bawah konsepsinya tentang wujud. Misalnya, dzikir seorang pencapai kesatuan mutlak adalah ungkapan, “Tidak ada yang wujud selain Allah SWT” sebagai ganti “Tidak ada Tuhan selain Allah SWT.”[21]
Filsafat Ibnu Sab’in terletak pada perbandingan yang ia buat antara lain alirannya tentang kesatuan wujud dengan aliran-aliran fuqaha, teolog, filsuf, ataupun sufi, yang semuanya dia kaji dalam karyanya, Bud Al-‘Arif.[22]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ke tempat yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
2.      Tokoh-tokoh tasawuf falsafi serta ajaran-ajarannya yaitu:
a.       Ibnu Arabi, ajaran tasawufnya yaitu Wahdat Al-Wujud (kesatuan wujud)
b.      Al-Jili, ajaran tasawufnya yaitu Insan Kamil (manusia yang sempurna)
c.       Ibnu Sab’in, ajaran tasawufnya yaitu Kesatuan  Mutlak
B.     Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun ke arah kebaikan demi kelancaran dan kesempurnaan makalah ini.

















DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia.
Masrukhin dan Dwi Hariono, 2013, Akhlak, Mojokerto: Mutiara Ilmu.
Nasution, Ahmad Bangun, 2015, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Solichin, Mohammad Muchlis, 2014, Akhlak dan Tasawuf, Surabaya: Pena Salsabila.
Toriquddin, Moh, 2008, Sekularitas Tasawuf, Malang: UIN-Malang Press.





[1] Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak dan Tasawuf (Surabaya: Pena Salsabila, 2014),  hlm. 131-132.
[2] Masrukhin dan Dwi Hariono, Akhlak(Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2013), hlm. 97.
[3] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf  (Jakarta: Rajagrafindo Persada,  2015), hlm. 33.
[4] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 174-175.
[5] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 282-28.
[6] Ibid. hlm. 279.
[7] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajagrafindo Persada,  2015), hlm. 35-36.
[8] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 283.
[9] Ibid. hlm. 283-284.
[10] Ibid. hlm. 285-286.
[11] Ibid. hlm. 287.
[12] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 176-177.
[13] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 287-288.
[14] Mohammad Muchlis Solichin, Akhlak dan Tasawuf (Surabaya: Pena Salsabila, 2014), hlm. 201.
[15] Ibid. hlm. 195.
[16] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 292-294.
[17] Ibid. hlm. 294.
[18] Ibid. Hlm. 296.
[19] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 40.
[20] Ibid.
[21] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 302.
[22] Ibid. hlm. 300.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar