TASAWUF FALSAFI: KONSEP DAN TOKOHNYA
MAKALAH
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Yang diampu
oleh Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I.
Disusun oleh:
KELOMPOK 7
AGHNESYAH PUTRI NOVALIA (NIM:
20170703022010)
FARIDHATUL MUNAWAROH (NIM: 20170703022058)
INAYATUL MUSTAFIDAH (NIM:
20170703022086)
KAMILTUS ZAHROH (NIM:
20170703022098)
SAHLATUN MUYESSAROH (NIM: 20170703022187)
PRODI PERBANKAN
SYARIAH
JURUSAN EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Alhamdulilah
wasyukurilah, segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT.
Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua yang berupa ilmu
dan amal, sehingga kita senantiasa berada dalam genggamannya dengan penuh
kepasrahan. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada sang
pencerah alam semesta dengan cahaya keimanan. Yakni dengan kehadiran baginda
Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga ke alam
yang penuh ilmu pengetahuan ini.
Ucapan
terimakasih kami haturkan kepada Bapak Moch. Cholid Wardi, M.H.I selaku dosen
mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menyusun makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan kami
bantuan baik berupa material maupun spiritual.
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca untuk dijadikan pedoman dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Harapan
kami semoga makalah “Tasawuf Falsafi:
Konsep dan Tokohnya” yang kami susun ini menjadi suatu ilmu yang
bermanfaat. Amin
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Pamekasan, 11 November 2017
Penyusun,
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah...................................................................... 1
C.
Tujuan Masalah ......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................... 2
A.
Pengertian Tasawuf Falsafi........................................................ 2
B.
Konsep dan Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi................................ 2
BAB III PENUTUP.............................................................................. 8
A.
Kesimpulan................................................................................. 8
B.
Saran........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tasawuf falsafi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kajian
dan jalan esoteris dalam Islam untuk mengembangkan kesucian bathin yang kaya
dengan pandangan-pandangan filosofis. Keberadaan tasawuf bercorak falsafi ini
pada satu sisi telah menarik perhatian para ulama yang pada awalnya kurang
senang dengan kehadiran filsafat dalam khazanah Islam. Sementara bagi para
ulama yang menyenangi kajian-kajian filsafat dan sekaligus menguasainya,
tasawuf falsafi bagaikan sungai yang airnya demikian bening dan begitu menggoda
untuk direnangi.[1]
Ajaran tasawufnya merupakan perpaduan antara ajaran tasawuf Islam
dengan sejumlah ajaran filsafat Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani. Para
tokohnya mempunyai latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda,
sejalan dengan ekspansi Islam ke berbagai wilayah khususnya Eropa.[2]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Tasawuf Falsafi itu?
2.
Siapakah
tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi dan bagaimana konsepnya?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian Tasawuf Falsafi.
2.
Untuk
mengetahui tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi dan konsepnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju
ke tempat yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan
wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran filsafat.[3]
Menurut At-Taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya
yang samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh
mereka yang memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat dipandang
sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq).
Tetapi tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang
murni, karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih
berorientasi pada panteisme.[4]
Panteisme adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas
adalah aspek modifikasi atau bagian dari satu wujud yang kekal dan ada dengan
sendirinya.[5]
B.
Konsep
dan Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi
1.
Ibnu
Arabi
a. Biografi
Singkat
Nama
lengkap Ibnu Arabi adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Tha’i
Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari
keluarga berpangkat, hartawan, dan ilmuan.
Setelah
berusia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan
Islam bagian barat. Diantara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat
Al-Makkiyah yang ditulis pada tahun 1201 M, tatkala ia sedang menunaikan
ibadah haji. Karya lainnya adalah Tarjuman Al-Asuywaq yang ditulisnya
untuk mengenang kecantikan, ketakwaaan, dan kepintaran seorang gadis cantik
dari keluarga sufi dari Persia.[6]
b.
Ajaran-ajaran Tasawufnya
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang Wahdat Al-wujud
(kesatuan wujud). Menurut Ibnu Taimiyah Wahdhat Al-wujud adalah
penyamaan Tuhan dengan alam. Menurutnya orang yang berpaham ini mengatakan
bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al-wujud yang dimiliki
oleh khaliq juga adalah mukmin al-wujud yang dimiliki oleh makhluk.
Selain itu, orang-orang yang mempunyai paham ini juga mengatakan bahwa wujud
alam sama dengan wujud Tuhan, tidak ada kelainan dan tidak ada perbedaan.[7]
Menurut Ibnu Arabi kata “wujud” tidak diberikan kepada
selain Tuhan. Akan tetapi, ia mengatakan bahwa wujud itu hanya kepunyaan Tuhan,
sedangkan wujud yang ada pada alam pada hakikatnya adalah wujud Tuhan yang
dipinjamkan kepadanya. Untuk memperjelas penjelasannya, Ibnu Arabi memberikan
contoh berupa cahaya hanya miliknya matahari, tetapi cahaya itu dipinjamkan
kepada para penghuni bumi.[8]
Selanjutnya, Ibnu Arabi menjelaskan hubungan
antara Tuhan dan alam. Menurutnya, alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan
wujud yang hakiki dan alam itu tidak mempunyai wujud yang sebenarnya. Oleh
karena itu, alam ini merupakan tempat tajali
dan mazhar (penampakan) Tuhan.[9]
Dari konsep wahdat al-wujud Ibnu Arabi, muncul lagi dua konsep yang sekaligus
merupakan lanjutan atau cabang dari konsep Wahdat
Al-wujud tersebut, yaitu konsep
Al-hakikat Al-muhammadiyah dan konsep Wahdat
Al-adyan (kesamaan agama).
Menurut Ibnu Arabi, Tuhan adalah Pencipta
alam semesta. Adapun proses penciptanya adalah sebagai berikut:
1) Tajali dzat Tuhan dalam
bentuk A’yan Tsabitah.
2) Tanazul dzat Tuhan dari alam ma’ani
ke alam (Ta’ayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu alam arwah
yang mujarrad.
3) Tanazul pada realitas-realitas
nafsiah, yaitu alam nafsiah berfikir.
4) Tanazul Tuhan dalam bentuk ide
materi yang bukan materi, yaitu alam mitsal (ide) atau khayal
5) Alam materi, yaitu alam indriawi.[10]
Menurut Ibnu Arabi tahapan-tahapan kejadian
proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu Dzat yang mandiri dan tidak
berhajat pada suatu apapun.
2) Wujud hakikat Muhammadiyah merupakan emanasi (pelimpahan) pertama
dari wujud Tuhan. Dari sini, kemudian muncul segala yang wujud dengan proses
tahapan-tahapannya sebagaimana yang dikemukakan di atas.
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya
wahdat al-adyan (kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa sumber agama
adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyah. Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua itu kepunyaan Allah
SWT. Seorang yang benar-benar arif adalah orang yang menyembah Allah SWT. Dalam
setiap bidang kehidupannya.[11]
2.
Al-Jili
a. Biografi
Singkat
Nama lengkapnya
adalah Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada tahun 1365 M di Jilan
(Gilan), sebuah propinsi disebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M.
Nama Al-Jili diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi
yang terkenal dari Baghdad.[12]
Ia pernah melakukan perjalanan ke India tahun 1387 M, kemudian belajar tasawuf
dibawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat
qadariyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada Syeikh
Syarafuddin Ismail bin Ibrahim Al-Jabarti di Zabid (Yaman) pada tahun 1393-1403
M.[13]
b.
Ajaran-ajaran Tasawufnya
Insan Kamil adalah ajaran seorang tokoh sufi Al-Jili.[14] Insan
Kamil adalah manusia yang sempurna, yaitu manusia yang dengan potensi
ruhaniahnya dapat mencapai suatu derajat (maqam) kemuliaan di sisi Tuhannya.[15]
Sebagai seorang sufi,
Al-Jili dengan membawa filsafat insan kamil merumuskan beberapa maqam
yang harus dilalui seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al-Martabah
atau jenjang (tingkat). Tingkat tersebut adalah:
1) Islam
Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun, dalam pemahaman kaum
sufi, tidak hanya melakukan kelima pokok itu secara ritual, tetapi harus
dipahami dan dirasakan lebih dalam.
2)
Iman
Membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun
iman dan melaksanakan dasar-dasar Islam.
3)
Shalah
Yaitu dengan maqam ini telah menunjukkan bahwa
seorang sufi telah mencapai tingkat menyaksikan efek (atsar) dari nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia
merasa seakan-akan berada di hadapannya.
4)
Ihsan
Seseorang yang menyembah Allah SWT. seolah-olah melihat-Nya dan jika tidak
maka sesungguhnya Allah SWT. melihat.
5)
Syahadah
Dalam maqam ini seorang sufi telah mencapai
iradah yang bercirikan mahabbah
kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya secara terus menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan
pribadi.
6)
Shiddiqiyah
Menurut Al-Jili seorang sufi yang telah mencapai derajat
shiddiq akan menyaksikan hal-hal yang ghaib, kemudian melihat
rahasia-rahasia Tuhan sehingga mengetahui hakikat dirinya.
7)
Qurbah
Maqam ini merupakan maqam yang memungkinkan
seorang sufi dapat menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat
dan nama Tuhan.
Satu hal yang
kita ketahui bahwa Al-Jili mengatakan: Mengetahui Dzat Yang Maha Tinggi itu
secara kasyaf Ilahi, kamu di hadapan-Nya dan Dia di hadapanmu tanpa hulul
dan ittihad. Sebab, hamba adalah hamba. Tuhan adalah Tuhan. Oleh karena
itu, tidaklah mungkin hamba menjadi Tuhan dan sebaliknya. Dengan pernyataan
ini, dapat kita pahami bahwa sungguhpun manusia mampu berhias dengan nama dan
sifat Tuhan, ia tetap tidak bisa menyamai sifat dan nama-nama-Nya.[16]
3.
Ibnu
Sab’in
a. Biografi
Singkat
Nama lengkap
Ibnu Sab’in adalah Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad Ibnu Nashr, seorang sufi
yang juga filsuf dari Andalusia. Dia terkenal di Eropa karena
jawaban-jawabannya atas pernyataan Frederik II, penguasa Sicilia. Dia mempunyai
asal usul Arab dan dilahirkan tahun 614 H (1217-1218) di kawasan Murcia. Ibnu
Sab’in mempelajari ilmu-ilmu agama dari madzhab Maliki, ilmu-ilmu logika, dan
filsafat. Ibnu Sab’in tumbuh dewasa dalam keluarga bangsawan. Ayahnya adalah
penguasa kota kelahirannya. Begitu juga dengan nenek moyangnya.[17]
Dia meninggal dunia tahun 669 H.[18]
Ibnu Sab’in meninggalkan karya yang menguraikan tasawufnya secara
teoretis maupun praktis. Sebagian karyanya hilang dan sebagian risalahnya telah
disunting Abdurrahman Badawi dengan judul Rasail Ibnu Sab’in (1965 M)
dan karya yang lainnya: Jawab Shahih Shiqilliyah, telah disunting oleh
Syarifuddin Yaltaqiya. Ibnu Sab’in juga banyak menelaah karya-karya
filosof-filosof Islam dari dunia Islam bagian timur seperti Alfarobi dan Ibnu
Sina, dan filosof bagian barat seperti Ibnu Tufail dan Ibnu Rusyd. Dan dia menguasai
kandungan risalah-risalah Ikhwanul Ashafa, dan secara rinci mengetahui aliran
teologi khususnya aliran Syi’ariyah.[19]
b. Ajaran-ajaran
Tasawufnya
Ibnu Sab’in mengasas sebuah paham dalam tasawuf filosofis yang
dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Kesatuan mutlak ini atau kesatuan murni
atau menguasai menurut terminologi Ibnu Sab’inpun hampir tidak mungkin
mendeskripsikan kesatuan itu sendiri. Dalam paham ini, Ibnu Sab’in menempatkan
ketuhanan pada tempat pertama. Sebab wujud Allah SWT menurutnya adalah asal
segala yang ada pada masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Sementara wujud
materi yang tampak justru di rujukan pada wujud mutlak yang rohaniah. Dengan
demikian, berarti paham ini dalam menafsirkan wujud bercorak spiritual dan
bukan material.[20]
Hal
yang menarik dari pendapat Ibnu Sab’in bahwa latihan-latihan rohaniah praktis
yang bisa mengantar moral luhur, tunduk di bawah konsepsinya tentang wujud.
Misalnya, dzikir seorang pencapai kesatuan mutlak adalah ungkapan, “Tidak ada
yang wujud selain Allah SWT” sebagai ganti “Tidak ada Tuhan selain Allah SWT.”[21]
Filsafat
Ibnu Sab’in terletak pada perbandingan yang ia buat antara lain alirannya
tentang kesatuan wujud dengan aliran-aliran fuqaha, teolog, filsuf, ataupun
sufi, yang semuanya dia kaji dalam karyanya, Bud Al-‘Arif.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tasawuf falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju
ke tempat yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan
wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan
pemikiran-pemikiran filsafat.
2. Tokoh-tokoh tasawuf falsafi serta ajaran-ajarannya yaitu:
a.
Ibnu
Arabi, ajaran tasawufnya yaitu Wahdat Al-Wujud (kesatuan wujud)
b.
Al-Jili,
ajaran tasawufnya yaitu Insan Kamil (manusia yang sempurna)
c.
Ibnu
Sab’in, ajaran tasawufnya yaitu Kesatuan
Mutlak
B.
Saran
Demi kesempurnaan makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun ke arah kebaikan demi kelancaran dan
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Rosihon, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia.
Masrukhin
dan Dwi Hariono, 2013, Akhlak, Mojokerto: Mutiara Ilmu.
Nasution, Ahmad Bangun, 2015, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Solichin, Mohammad Muchlis, 2014, Akhlak dan Tasawuf,
Surabaya: Pena Salsabila.
Toriquddin, Moh, 2008, Sekularitas Tasawuf, Malang:
UIN-Malang Press.
[3] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 33.
[7] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015),
hlm. 35-36.
[19] Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2015), hlm. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar